BI Pertahankan Suku Bunga Acuan Enam Persen, Dolar Anjlok
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Bank Indonesia (BI) kembali mempertahankan suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate sebesar enam persen pada rapat dewan gubernur periode 20-21 Maret 2019 di tengah semakin melunaknya (dovish) kebijakan suku bunga negara-negara maju yang membawa dampak positif ke perekonomian Indonesia.
"Dot Plot dari Bank Sentral The Federal Reserve yang semula naik dua hingga tiga kali, kini (diperkirakan) hanya naik sekali tahun ini, kemudian sikap 'dovish' (melunak) Bank Sentral Eropa (Europan Central Bank/ECB). Arah kebijakan moneter negara maju di dunia tidak seketat dari perkiraan sebelumnya," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam jumpa pers Rapat Dewan Gubernur di Jakarta, Kamis (21/3).
Dengan dipertahankannya suku bunga acuan pada Maret ini, Bank Sentral tercatat sudah empat kali menahan suku bunga acuan di level enam persen. Kebijakan BI ini juga tidak lepas dari perubahan kebijakan Bank Sentral The Fed yang semakin melunak dan "sabar" dalam menaikkan suku bunga acuan karena perlambatan pertumbuhan ekonomi AS.
BI mengubah proyeksinya terhadap kenaikan suku bunga acuan The Fed menjadi hanya satu kali untuk 2019-2020 dari dua kali pada periode yang sama.
Kurs Dolar AS Anjlok
Sementara itu kurs dolar AS turun tajam terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), setelah Bank Sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve (Fed) mempertahankan suku bunga acuan stabil dan para pembuat kebijakannya mengabaikan proyeksi untuk kenaikan suku bunga lebih lanjut tahun ini, karena bank sentral menandai perkiraan perlambatan dalam ekonomi.
Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) memutuskan untuk mempertahankan kisaran target suku bunga federal fund di 2,25 persen hingga 2,50 persen, bank sentral mengatakan dalam sebuah pernyataan.
"Mengingat perkembangan ekonomi dan keuangan global dan tekanan inflasi yang diredam, Komite akan bersabar ketika menentukan penyesuaian di masa mendatang pada kisaran target suku bunga Federal Fund yang mungkin sesuai untuk mendukung hasil ini," katanya.
Dalam perubahan besar dalam perspektifnya, The Fed sekarang juga memperkirakan untuk menaikkan biaya pinjaman hanya sekali lagi sampai 2021, dan tidak lagi mengantisipasi perlunya menjaga inflasi dengan kebijakan moneter yang ketat.
Indeks dolar AS yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, turun 0,6 persen menjadi 95,806, terendah sejak 4 Februari. Indeks sempat tergelincir di bawah rata-rata pergerakan 200 hari.
Terhadap yen, dolar AS melemah 0,6 persen, pada langkah untuk hari terburuknya dalam lebih dari dua bulan.
"Dolar berada di bawah tekanan terhadap sejumlah besar mata uang di seluruh dunia," kata Associate Manager Portfolio Manulife Asset Management, Chuck Tomes di Boston.
"Secara keseluruhan tampaknya The Fed mampu memperkuat pandangan dovish mereka karena tidak ada kenaikan suku bunga pada tahun ini dan hanya satu kenaikan suku bunga untuk tahun 2020," katanya.
"Itu lebih dovish daripada yang diperkirakan banyak orang di margin, meskipun pasar sedang mencari Fed dovish hari ini," kata Tomes.
Setelah pertemuan kebijakan dua hari yang menandai peralihan ke postur yang kurang agresif, The Fed juga mengatakan akan memperlambat pengurangan bulanan kepemilikan obligasi pemerintah dari 30 miliar dolar AS menjadi 15 miliar dolar AS mulai Mei.
"Fakta bahwa mereka telah mengumumkan normalisasi neraca, saya pikir tentu cukup dovish juga," kata Gennadiy Goldberg, ahli strategi suku bunga di TD Securities di New York.
Pedagang-pedagang suku bunga AS yang bertaruh pada spekulasi bahwa The Fed akan memangkas biaya pinjaman pada awal 2020, dengan kontrak fed fund untuk penyerahan Januari 2020 menyiratkan pedagang memperhitungkan peluang penurunan suku bunga sebesar 48 persen pada pertemuan kebijakan Fed pertama pada 2020.
Kurs dolar AS bertahan pada kenaikan terhadap sterling karena investor tetap waspada terhadap prospek mata uang Inggris, ketika Perdana Menteri Theresa May meminta penundaan singkat Brexit setelah kegagalannya untuk meratifikasi kesepakatan perceraian.
Pasar sebagian besar telah memperhitungkan kemungkinan Brexit yang tidak ada kesepakatan, tetapi ketidakpastian tentang bagaimana dan kapan Inggris akan meninggalkan Uni Eropa telah membatasi kenaikan mata uang pound. (Reuters/Antara)
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...