BI Rate Akan Terimbas Fed Rate Pada 2015
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Suku Bunga Acuan Bank Indonesia (BI rate) yang ditetapkan pemerintah setiap bulan fluktuasinya akan terpacu dengan naik turunnya suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat The Federal Reserve (The Fed).
"Agak sedikit susah untuk memprediksi efeknya secara pasti karena ini adalah pertama kali kenaikan suku bunga (The Fed) naik setelah sekian lama. Sensitivitas pasar akan cukup tinggi. Kami prediksi ada efek jangka pendek dari kenaikan suku bunga tersebut," kata David Mann, Kepala Riset Makro Standard Chartered untuk regional Asia, pada acara Global Research Briefing 2015 di JW Marriot Mega Kuningan, Jakarta, Senin (26/1).
David menjelaskan kebijakan moneter negara Paman Sam tersebut diyakini akan berlanjut pada triwulan-triwulan berikutnya pada kisaran kenaikan yang sama yakni kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) setidaknya sebesar 50 bps (basis poin).
Tidak hanya itu, dari sisi ekonomi keuangan Eropa, David memproyeksikan bahwa kebijakan Amerika Serikat itu berimbas ke Eropa yakni kebijakan Bank Sentral Eropa (ECB) yang menggelontorkan stimulus diyakini dapat meredam efek negatif yang mungkin timbul dari rencana normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat pada tahap kedua 2015.
David memperkirakan rencana kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve menaikkan tingkat suku bunga acuan akan berdampak sedikit lebih besar terhadap pasar keuangan Indonesia dibandingkan dengan kebijakan stimulus Eropa.
“Saat ini kami percaya efek dari kebijakan The Fed lebih besar dari ECB, tapi tidak terlalu banyak,” kata David Mann.
Sebagai informasi, ECB pada pekan lalu mengumumkan kebijakan untuk mempertahankan tingkat suku bunga acuan sebesar 0,05 persen dan kebijakan stimulus dengan menyuntikkan uang segar ke pasar uang sekitar 1 triliun euro. Kebijakan tersebut dilakukan untuk mendongkrak kinerja perekonomian Eropa yang sedang lesu.
Prediksi Pertumbuhan Ekonomi, Indonesia Tidak Lagi Waspadai Tiongkok Tapi India
Dalam kesempatan yang sama , Head of ASEAN Macro Research Standard Chartered Bank Edward Lee mengatakan India akan menjadi “pemain baru” dalam perekonomian dunia saat ini, sehingga Indonesia tidak harus lagi berpatokan kepada Tiongkok sebagai role model ekonomi generasi baru.
Lee memprediksi, pertumbuhan ekonomi Asia pada 2015 berada di level 6,4-6,5 persen dimana India sebagai peringkat tertinggi.
"Perlambatan ekonomi itu (Tiongkok) yang diinginkan pemerintah Tiongkok untuk menyeimbangkan ekonominya yang sudah overheating. Ini suatu hal yang harus diterima untuk perusahaan maupun negara yang berharap ekonomi Tiongkok bisa tumbuh dua digit," Lee mengatakan.
Menurut dia, pertumbuhan ekonomi Tiongkok tahun ini bakal melambat ke angka 7,1 persen atau menurun dari realisasi tahun lalu sebesar 7,4 persen. Pada 2016, pertumbuhan ekonomi Negeri Tirai Bambu masih akan melemah di angka 7 persen.
Di tengah melambatnya ekonomi Tiongkok, investor akan lebih memilih menanamkan modal di India. Pasalnya, India sudah menerapkan reformasi ekonomi besar-besaran di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Narendra Modi.
Salah satu reformasi yang dilakukan Modi adalah pemangkasan subsidi. Ini membuat pemerintah punya anggaran untuk pembangunan dan investor pun memberikan respons positif.
Editor : Eben Ezer Siadari
Stray Kids Posisi Pertama Billboard dengan Enam Lagu
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Grup idola asal Korea Selatan Stray Kids berhasil menjadi artis pertama d...