BI Siapkan Tiga Jurus Antisipasi Tekanan Ekonomi Global
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Indonesia harus melakukan tiga cara mengantisipasi terpaan ekonomi global yang memiliki tren cenderung melambat.
“Tiga kebijakan yang perlu dilaksanakan antara lain, pertama, bauran kebijakan moneter dan fiskal. Kemudian, kebijakan moneter dan makro ekonomi. Yang terakhir adalah kebijakan moneter yang sesuai dengan keadaan struktural perekonomian. Tiga policy ini terus berjalan, dan telah ada sinkronisasi,” kata Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Wardjiyo, dalam pemaparannya di ANZ Economic Outlook 2015 yang digelar di Fairmont Hotel, Jakarta, Kamis (22/1).
Dengan sinergisnya bauran kebijakan tersebut Perry optimistis perekonomian Indonesia akan membaik yang diwujudkan dalam peningkatan angka pertumbuhan ekonomi. BI memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia naik dari 5,1 persen pada 2014 menjadi 5,4 hingga 5,8 persen pada 2015.
"Sumber pertumbuhan tak hanya dari konsumsi, tapi stimulus fiskal dari konsumsi dan investasi. Lalu inflasi akan baik. Akhir tahun ini inflasi akan ada pada target kita, persen. (Nilai tukar) dolar AS (berada dalam kisaran) Rp 12.200 sampai Rp 12.800. Pergerakannya akan seperti itu," kata Perry.
Penguatan dolar AS dari risiko perekonomian global masih menjadi tantangan bagi perekonomian Indonesia di tahun ini.
"Tahun ini dan tahun selanjutnya adalah tahunnya dolar. Uang yang lain memang ada pelemahan tekanan terhadap (ekonomi) kita," jelas Perry.
Perekonomian dunia saat ini, menurut Perry ada dalam satu periode yang sama dan saling berkaitan satu dengan lainnya. Jika terjadi guncangan perekonomian di salah satu negara maju, hal itu akan mengakibatkan ekses negatif bagi ekonomi negara-negara lainnya.
"Tapi kesimpulannya BI percaya diri 2015 akan lebih baik dari 2014," Perry menambahkan.
Bank Indonesia berani memperkirakan pertumbuhan kredit perbankan pada 2015 akan berada di 15-17 persen. Perkiraan otoritas moneter ini, ujarnya, sangat optimistis karena realisasi pertumbuhan kredit hingga akhir 2014 saja hanya 12 persen.
Dalam kesempatan yang sama, CEO (Chief Executive Officer) ANZ Indonesia Joseph Abraham memuji kebijakan pengalihan belanja subsidi BBM yang dijalankan pemerintah Indonesia. Kebijakan pengalihan subsidi itu, kata dia, sangat diperlukan untuk mengekspansi pembangunan dan menyehatkan ruang fiskal pemerintah.
"Meskipun ada volatilitas di eksternal, Indonesia tetap menarik bagi investor," kata Joseph Abraham.
Editor : Eben Ezer Siadari
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...