BI Yakini Rupiah Tidak Terdepresiasi Tajam 2016
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Bank Indonesia meyakini nilai tukar rupiah tidak akan terdepresiasi tajam sepanjang 2016, karena meredanya tekanan ekonomi eksternal dan prospek positif dari berlanjutnya pemulihan ekonomi dalam negeri.
Deputi Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam sebuah paparan ekonomi di Jakarta, hari Senin (25/1) mengatakan meredanya tekanan eksternal dan perbaikan ekonomi domestik, membuat kurs rupiah akan cenderung stabil pada semester pertama, dan menguat di semester kedua 2016.
"Ekonomi domestik sejak kuartal pertama prospeknya baik. Eksternal juga akan lebih positif," kata Perry dalam Standard Chartered Global Research Briefing 2016.
Tekanan eksternal, menurut Perry, seperti dari proyeksi kenaikan suku bunga The Federal Reserve (The Fed) sejauh ini dapat diantisipasi. BI masih memproyeksikan akan terjadi empat kali kenaikan bunga The Fed di setiap akhir triwulan dengan akumulasi besaran 100 basis poin.
"Sedangkan pasar `reading` nya 50 basis poin di Maret dan Juni 2016. Jadi, sudah ada perkiraan, dan tekanan eksternalnya lebih kecil," ujarnya.
Tekanan eksternal lainnya datang dari pelambatan ekonomi Tiongkok. Perry menilai Bank Sentral Tiongkok (PBoC) tetap akan menjaga stabilitas mata uang Yuan di pasar keuangan, dengan tidak melakukan devaluasi berlebihan.
Meksipun demikian, Perry mengakui memang masih terdapat sumber-sumber tekanan eksternal yang bisa menekan pasar keuangan domestik. Namun, kata dia, perbaikan struktural ekonomi domestik akan meyakinkan investor untuk menanam sahamnya di pasar keuangan Indonesia.
Jika pada 2015, investasi di pasar saham cukup banyak tergerus, Perry yakin tekanan terhadap portofolio saham akan berkurang tahun ini karena kepercayaan para investor.
"Tahun ini dengan banyak stimulus (belanja fiskal, pelonggaran moneter, percepatan infrastruktur) akan memberikan stimulus dari sisi fundamental ke harga saham," katanya.
Dengan tekanan eksternal yang mereda itulah, Perry yakin kurs rupiah akan stabil di paruh pertama 2016. Sedangkan manfaat dari stimulus fiskal, pelonggaran kebijakan moneter, serta percepatan realisasi belaja modal pemerintah, akan mendorong penguatan nilai tukar rupiah di semester kedua 2016. Namun, Perry enggan menyebutkan proyeksi spesifik mengenai penguatan rupiah di semester kedua 2016.
"Faktor domestik, dari sisi inflasi, neraca transaksi berjalan, dan pertumbuhan akan baik, kalau kita lihat prospeknya sejak awal tahun ini," kata dia.
Dalam asumsi awal BI, dan juga asumsi yang juga tertuang di APBN 2016, BI memperkirakan nilai tukar rupiah tahun ini sebesar Rp 13.900 per dolar AS. Sedangkan, laju inflasi ditargetkan BI sebesar 4,3 persen, dan asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2-5,6 persen.
Pada hari Senin pagi, nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, bergerak menguat tipis sebesar satu poin menjadi Rp 13.844 dibandingkan sebelumnya Rp 13.845 per dolar AS.(Ant)
Editor : Eben E. Siadari
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...