Bidyanondo Berbagi Makanan Murah di Bangladesh
DHAKA, SATUHARAPAN.COM – Waktu menunjukkan pukul 02.30 siang. Sekelompok kecil anak-anak berkeliaran di sekitar jalan utama di daerah Mirpur, ibu kota Bangladesh, Dhaka. Wajah mereka berubah berbinar seketika saat kendaraan khas bercat cerah yang sangat mereka kenal, muncul. Kendaraan, bertuliskan “Bidyanondo” itu, dipenuhi tumpukan makanan dalam kemasan.
Sekitar 60 anak dari daerah kumuh terdekat dengan cepat membentuk antrean. Masing-masing memegang koin satu taka yang memungkinkan mereka membeli makan siang mereka. Bagi sebagian besar, itu adalah satu-satunya makanan layak yang bisa mereka beli sepanjang hari.
“Saya datang ke sini setiap hari, sehingga dua cucu perempuan saya, Raina dan Ranisa, tidak kelaparan,” kata Rajia Begum, 51, yang membawa dua kemasan makanan untuk si kembar, kepada Shehab Sumon, yang menuliskan laporan untuk Arab News, 18 Oktober 2019.
“Anak laki-laki saya bekerja sebagai sopir, tidak menghasilkan cukup uang untuk memberi makan keenam anggota keluarga kami. Jadi anak-anak menunggu makan Bidyanondo mereka setiap sore.”
Sebagai pelopor konsep makanan murah, Bidyanondo membebankan biaya kepada anak di bawah 12 tahun serta pria dan wanita berusia lebih dari 60 tahun, 1 taka untuk setiap paket makanan. Sebagai gambaran, satu taka Bangladesh setara dengan Rp167.29.
Organisasi relawan yang mencanangkan misi “menumbuhkan filantropi di dalam negeri dan internasional dengan merancang program-program inovatif” itu, menghabiskan biaya 28 taka Bangladesh untuk menyiapkan makanan yang diberikan seharga satu taka.
Memberi Makan, Tanpa Harus Mengemis
“Makanan Satu Taka” adalah gagasan dari Kishor Kumar Das, 38 tahun. Das, warga Bangladesh yang bekerja sebagai direktur sebuah perusahaan di Peru, mengatakan itu adalah impiannya, memberi makan orang miskin tanpa menjadikan mereka pengemis. Memberi makan orang miskin, tanpa mengurangi harga diri mereka.
“Sebagai seorang anak, saya mengalami harus menghadapi kemiskinan ekstrem karena ayah saya tidak bisa memberi makan tujuh anggota keluarganya. Saya biasa berjalan beberapa mil untuk menemukan makanan gratis yang dibagikan di kuil-kuil,” kata Das, yang juga ketua relawan di Bidyanondo.
“Orang-orang dari berbagai kalangan masyarakat mengambil makanan yang sama di sebuah kuil, terlepas dari kelas atau kasta. Gagasan unik itu menginspirasi saya untuk melakukan sesuatu dengan cara yang sama, untuk anggota masyarakat Bangladesh yang kurang mampu,” katanya.
Selain Dhaka, Bidyanondo, yang dalam bahasa Bengali berarti “Learn for Fun”, mengoperasikan program “one taka meal” di empat kota Bangladesh: Chattogram, Narayanganj, Rajshahi, dan Rangpur. Program itu juga menyediakan makanan, akomodasi, pendidikan dan perawatan medis, untuk sekitar 300 penduduk dari lima panti asuhan.
“Mengisi satu taka untuk sekali makan adalah pendekatan simbolis yang melaluinya kami ingin menciptakan rasa kepemilikan dalam pikiran penerima,” kata Salaman Khan, koordinator cabang Dhaka di Bidyanonodo. “Kami ingin menyampaikan pesan bahwa orang membeli makanan dari kami, tidak memintanya,” ia menambahkan.
Bergantung pada Crowdfunding
Perjalanan Bidyanondo dimulai pada Juni 2016 ketika mulai memberi makan 30 anak yang membutuhkan di Chattogram, di Bangladesh tenggara.
Dalam setahun, kelompok itu menyediakan makanan bagi 800 orang yang membutuhkan setiap hari. Pada 2018, jumlah penerima meningkat menjadi 1.200. Tahun ini, hampir 2.000 orang setiap hari di Bangladesh menerima setidaknya satu kali makan sehari, berkat tekad Bidyanondo untuk “meringankan rasa sakit karena kelaparan”.
“Dari memasak hingga distribusi makanan, kami melakukan semuanya sendiri,” kata Khan kepada Arab News. “Kami memiliki tim khusus yang terdiri atas lima atau enam anggota yang memasak. Mereka semua melakukan pekerjaan itu sebagai sukarelawan.”
“Kami mengoperasikan program makanan kami 365 hari setahun. Relawan kami bekerja bahkan pada hari-hari Idul Fitri untuk memberi makan orang yang membutuhkan.”
Bidyanondo bergantung pada crowdfunding guna mendukung program-programnya.
“Kami memiliki grup Facebook di mana kami mengatur pendanaan," kata Khan. “Bidyanondo memiliki lebih dari 370.000 pengikut di halaman Facebook-nya. Semua dermawan kami adalah warga Bangladesh dan lebih suka tetap tidak dibuka identitasnya.”
Dalam tiga tahun terakhir, Bidyanondo telah membagikan lebih dari 2,5 juta kotak makanan untuk anak-anak dan orang tua yang membutuhkan. Kelompok itu memiliki tenaga kerja 300 sukarelawan terdaftar dan tidak terdaftar di seluruh negeri dari berbagai latar belakang, terutama siswa dan mahasiswa.
Sebanyak 40 anggota staf penuh waktu bekerja di kantor lembaga nirlaba itu di seluruh Bangladesh. Sejumlah kecil ibu rumah tangga juga menjadi relawan di cabang-cabang lokal Bidyanondo.
Gagasan Menyebar ke Luar Bangladesh
Gagasan menjual makanan murah telah menyebar ke negara-negara lain melalui jaringan relawan Bidyanondo di luar Bangladesh. Das mengatakan, program percontohan sedang dicoba di Peru, Italia, Turki, Nepal, dan India.
“Kami ingin Bidyanondo menginspirasi orang lain untuk menyisihkan sebagian waktu dan energi mereka untuk tujuan sosial,” kata Das. “Jika semua orang melakukan bagian mereka, tidak akan ada perbedaan besar di masyarakat.”
Di antara mereka yang terjun dalam aktivitas itu adalah Asma Akter, dokter berusia 31 tahun, yang bekerja di rumah sakit umum yang dikelola pemerintah di Manikgonj, 40 km dari Dhaka. Pada hari liburnya, ia muncul di cabang lokal Bidyanondo untuk menawarkan konsultasi medis gratis kepada yang membutuhkan.
“Saya memiliki pekerjaan penuh waktu untuk mendapatkan uang. Tapi saya tidak bisa memiliki kedamaian batin dengan uang itu,” katanya. “Bidyanondo adalah sebuah platform, tempat saya dapat menjaga orang-orang yang paling membutuhkan dukungan saya.”
Akter menambahkan, “Kata-kata tidak bisa mengungkapkan kegembiraan yang saya dapatkan dari melakukan pelayanan sosial ini. Ini adalah contoh yang sangat baik dari suatu kerja tim. Setiap hari saya belajar dari kolega saya di sini bagaimana menghabiskan waktu saya untuk melayani orang lain.”
Di Distrik Mirpur, Dhaka, di antara anak-anak yang menunggu untuk mendapatkan kotak makan sore itu adalah Mohammad Solaiman, delapan tahun. “Ayah saya buruh harian dan ibu bekerja sebagai pembantu rumah tangga,” katanya.
“Siang hari mereka berdua sibuk bekerja. Bersama dua saudara laki-laki saya, saya mengambil makanan dari becak Bidyanondo setiap hari. Ini makanan sangat enak bagi kami.”
Editor : Sotyati
Awas Uang Palsu, Begini Cek Keasliannya
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Peredaran uang palsu masih marak menjadi masalah yang cukup meresahkan da...