Penghargaan Aurora 2019 untuk Dokter Yazidi Yang Bantu Korban ISIS
TBILISI, SATUHARAPAN.COM –Dokter Yazidi, Mirza Dimmayi, yang membantu perempuan dan anak-anak Yazidi, korban kekerasan oleh kelompok Negara Islam (ISIS atau Daesh ) di Irak, memperoleh penghargaan Aurora (Aurora Prize) tahun 2019 di Armenia.
Menurut dia, keluarga Yazidi yang merupakan kelompok minoritas di Irak, tidak akan merasa aman untuk kembali ke rumah mereka sampai militan Negara Islam diadili, kata Dinnayi, seperti diberitakan oleh news.trust.org.
Yazidi adalah kelompok suku yang tinggal di Povinsi Niniwe, Irak, dan memiliki kepercayaan sendiri. Mereka merupakan kelompok yang mengalami kekejaman oleh ISIS karena keyakinan mereka.
Mirza Dinnayi, seorang aktivis Yazidi memenangi hadiah kemanusiaan Aurora karena membantu 1.000 perempuan dan anak-anak Yazidi yang mencari perawatan medis di Eropa. Dia melihat bahwa penuntutan adalah kunci untuk membantu komunitas ini sepenuhnya mengatasi "trauma".
"Yazidi perlu mempercayai pihak berwenang di Irak untuk membangun perdamaian dan melakukan proses rekonsiliasi dan keadilan transisi. Dan ini belum terjadi," kata Dinnayi.
Kelompok Negara Islam menyerang Irak dan Suriah melalui jantung komunitas komunitas agama Yazidi di Sinjar, Irak utara, pada tahun 2014. ISIS membantai ribuan orang, dalam apa yang oleh PBB disebut sebagai genosida.
Sekitar 7.000 perempuan dan anak-anak diculik untuk menjadi budak seks ISIS. Hampir 3.000 dari mereka masih belum ditemukan, menurut para pemimpin masyarakat.
Setelah kelompok jihadis ISIS diusir dari wilayah tersebut pada tahun 2017, banyak warga Yazidi masih tinggal di kamp pengungsi, mereka ââtakut untuk kembali.
Dilaporkan bahwa beberapa anggota ISIS telah menghadapi persidangan di Irak, tetapi dengan tuduhan menjadi anggota kelompok teroris dan bukan atas tuduhan kejahatan perang dan genosida. Hal ini yang memicu rasa tidak percaya pada otoritas Irak di antara komunitas Yazidi, kata Dinnayi.
"Pengakuan genosida adalah langkah pertama untuk meyakinkan para korban," kata Dinnayi. Masalah ini diperburuk oleh undang-undang Irak yang memungkinkan pemerkosa untuk menghindari penuntutan dengan menikahi korban mereka, dan kurang jelasnya tentang kejahatan khusus untuk perbudakan seksual.
Pria 46 tahun itu menambahkan bahwa dia juga khawatir bahwa serangan Turki baru-baru ini terhadap pasukan Kurdi di negara tetangga Suriah dapat lebih jauh menghambat upaya untuk mencapai keadilan. Serangan itu memberi peluang para anggota teroris ISIS yang dipenjara di sana untuk melarikan diri.
Para pejabat Kurdi mengatakan sekitar 800 orang asing yang berafiliasi dengan Negara Islam, banyak dari mereka wanita dan anak-anak, melarikan diri dari sebuah kamp setelah serangan Turki dimulai pekan lalu. Dan kekhawatiran bahwa para jihadis yang ditahan di penjara-penjara di wilayah yang dikuasai Kurdi di Suriah utara dapat melarikan diri.
Dinnayi, yang tinggal di Jerman, dianugerahi hadiah satu juta dolar AS untuk karyanya membantu lebih dari 1.000 wanita dan anak-anak Yazidi mencari perawatan medis di Eropa.
Uang hadiah akan diberikan kepada organisasinya, Air Bridge Iraq (Jembatan Udara Irak), dan dua kelompok bantuan lainnya yang menolong orang-orang yang menderita oleh militan Negara Islam, katanya, seperti dikutip situs Aurora Prize.
Pemenang Aurora lainnya adalah Zannah Mustapha, seorang pengacara yang mendirikan sekolah untuk anak-anak yang terkena dampak kekerasan di timur laut Nigeria, dan pengacara Yaman, Huda Al-Sarari, yang menyelidiki pelanggaran hak asasi manusia di negara yang dilanda perang itu.
Hadiah Aurora tahunan untuk Kebangkitan Kemanusiaan didirikan oleh 100 LIVES yang berbasis di Armenia, sebuah inisiatif global yang memperingati pembantaian pada tahun 1915 di mana sekitar 1,5 juta orang Kristen Armenia terbunuh oleh Muslim Ottoman Turki dari Kekaisaran Utsmani.
Editor : Sabar Subekti
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...