Biksu Thailand Galakkan Perdamaian dengan Berjalan Kaki Lintasi Amerika
LEXINGTON, SATUHARAPAN.COM — Panjang Amerika dari pantai barat ke pantai timur sekitar 4.800 kilometer. Bagi banyak pengunjung, perjalanan lintas negara merupakan semacam ritual. Berikut Warangkana Chomchuen menyajikan kisah seorang pria melalui VOA Indonesia, yang memutuskan untuk melakukan perjalanan dengan alasan berbeda.
Seorang biksu Buddha dari Thailand menjalankan sebuah misi. Ia menghabiskan empat bulan terakhir berjalan kaki melintasi Amerika, dalam apa yang dikatakannya sebagai kampanye menggalakkan perdamaian.
Kepada VOA, biksu bernama Sutham Nateetong itu mengatakan, “Ziarah dengan berjalan kaki merupakan cara meditasi pilihan saya. Jika saya melakukan ziarah saya ini untuk menggalakkan perdamaian, maka itu akan bermanfaat bagi lebih banyak orang. Secara bersamaan, perjalanan itu akan membawa saya ke tempat-tempat di mana orang biasanya tidak pernah melihat seorang biksu. Jadi, itu juga merupakan kesempatan untuk menyebarkan kesadaran tentang agama Buddha.”
Perjalanan Rohani
Sutham Nateetong menjatuhkan pilihan menjadi biksu sebagai jalan menuju perdamaian dan pencerahan, setelah karier politik yang panjang di Thailand tidak memberinya kepuasan batin. Memutuskan untuk berjalan melintasi Amerika adalah langkah selanjutnya dalam perjalanan rohaninya.
Ia memulai perjalanan itu pada bulan Maret dari Santa Monica, California, dan memilih rute sepanjang Route 66 (Jalan 66) yang bersejarah, jalan ikonik yang melintasi delapan negara bagian.
Kabar mengenai perjalanannya menarik perhatian orang Amerika. Banyak di antara mereka belum pernah bertemu dengan seorang biksu Buddha, seperti Spencer Johansen, Wali Kota Lexington, Illinois.
“Biasanya kami kedatangan para pengembara yang menempuh perjalanan lewat Route 66 yang bersejarah, dan saya tidak ingat ada orang yang mengilhami saya seperti halnya kunjungan orang ini. Saya mencari tahu bagaimana caranya menyambut seorang biksu, karena saya belum pernah bertemu seorang biksu dan saya khawatir tentang hal itu. Ketika ia pertama kali mendekati saya, ia langsung memeluk saya dan saya berpikir, ya ampun, ini mudah, sangat sederhana,” ia menjelaskan.
Karen Wingo, pemilik sebuah toko pakaian dan barang-barang bekas di Lexington, mengatakan menutup tokonya lebih awal supaya bisa ikut berjalan dan berbicara dengan Sutham.
“Saya ingin tahu bagaimana ia melakukan perjalanan demi perdamaian, bagaimana cara mempromosikannya, dan kemudian ia mengatakan, 'jika kita bahagia di dalam, maka orang akan dapat merasakan kedamaian itu',” kata Karen.
Perjalanan Berikut: Thailand - Prancis
Sutham Nateetong, biksu Thailand itu, menambahkan, “Berjalan untuk perdamaian tidak membutuhkan banyak hal. Saya fokus berbagi perasaan damai dengan orang lain, menunjukkan kebaikan kepada mereka dan saya kira mereka bisa merasakannya karena pikiran kita bisa saling bersentuhan.”
Christian Kobel dan Carissa Gunty, suami-isrti yang tinggal di Kota Dwight, Illinois, mengundang Sutham untuk bermalam di rumah mereka. Mereka belajar dari biksu Thailand itu tentang bagaimana bermeditasi, dan banyak lagi hal lainnya.
Christian Kobel mengatakan tentang pengalamannya, “Ada banyak lagi yang bisa membuat kita berperikemanusiaan bagi satu sama lain, dan ia merupakan pengejawantahan itu, dan itu luar biasa. Saya berharap itu adalah pesan yang diterima oleh warga kami ketika mereka berkesempatan untuk bertemu dengannya, jika mereka mengambil kesempatan untuk menemuinya.”
Sementara itu, Karen Wingo menambahkan, “Fakta bahwa ia bersedia repot melakukan perjalanan ini melintasi Amerika Serikat, itu berarti ia juga peduli dengan kita. Saya kira itu menunjukkan kepada kita bahwa orang-orang dari budaya lain sebenarnya peduli satu sama lain.”
Sutham mencapai tujuannya di Kota New York pada akhir Juni lalu. Ia sudah merencanakan perjalanan berikutnya. Pada akhir tahun ini ia akan berjalan kaki dari Thailand ke Prancis, jarak terpanjangnya, sekitar 15.000 kilometer, untuk menggalakkan perdamaian, selangkah demi selangkah.
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...