Bir Dilarang di Minimarket, Multi Bintang Tunda Investasi Rp 554,7 Miliar
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Presiden PT Multi Bintang Indonesia (MLBI), Michael Chin mengatakan larangan penjualan alkohol di minimarket dan pengecer kecil telah menimbulkan kekhawatiran tentang ketidakpastian hukum di Indonesia. Menurut pemimpin salah satu produsen bir terbesar di Indonesia itu, larangan tersebut dapat menggagalkan jutaan investasi yang sudah dialokasikan.
Selama tiga tahun terakhir MLBI telah menggelontorkan US$ 64,4 juta untuk meningkatkan fasilitas produksinya dan mengalokasikan investasi senilai US$ 43 juta atau sekitar Rp 554,7 miliar untuk tiga tahun mendatang.
"Kami ingin kepastian hukum. Kami ingin tahu bahwa investasi yang telah kami tanamkan di dalam negeri akan terus berlanjut di masa mendatang," kata Michael Chin, sebagaimana dikutip oleh wsj.com, Senin (20/4).
Peraturan Menteri Perdagangan yang terbaru yang melarang penjualan minuman beralkohol, termasuk bir di minimarket, diakuinya telah memukul industri ini. Dia memperkirakan larangan itu mempengaruhi sekitar 60 persen dari distribusi di seluruh Indonesia.
Saham Multi Bintang mayoritas dimiliki oleh Heineken dari Belanda dan telah berada di Indonesia sejak 1929. Perusahaan ini juga memproduksi bir Heineken dan Guinnes di Indonesia melalui perjanjian pihak ketiga.
Indonesia menyumbang kurang dari 10% pendapatan global Heineken, kata Chin. Namun MLBI telah mencatat pertumbuhan yang kuat dalam beberapa tahun terakhir seiring dengan meningkatnya urbanisasi dan pariwisata. Selain itu pertumbuhan penduduk muda dan mapan ikut memacu semakin tumbuhnya industri bir.
Chin menambahkan, perusahaannya juga mengalami peningkatan permintaan ekspor dari negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan dan beberapa bagian dari Amerika Serikat dan Eropa. Itu akan menandai area pertumbuhan baru, setelah selama ini penjualan didominasi oleh permintaan domestik.
Produsen minuman beralkohol pada umumnya mengatakan larangan yang dibuat pemerintah mengejutkan mereka ketika pertama kali diumumkan pada bulan Januari. Dan kini mereka mengatakan telah melihat dampaknya. Industri ini telah mengalami penurunan penjualan sekitar Rp 700 miliar pada kuartal pertama karena banyak pengecer berhenti membeli untuk menghabiskan stok.
Selama tiga tahun terakhir, MLBI telah berinvestasi US$ 41,9 juta dalam meningkatkan fasilitas pabriknya di Tangerang. MLBI juga sudah menginvestasikan US$ 17,7 juta untuk membangun pabrik minuman bebas alkohol yang memproduksi Bintang Zero dan Green Sands, di dekat pabrik bir kedua mereka di Surabaya.
Produk non-bir mencapai sekitar 10% dari produksi perusahaan itu. Menurut Chin, mereka telah lama berencana melakukan diversifikasi untuk memanfaatkan peluang dalam kategori minuman non-alkohol. MLBI melakukan inovasi produk, dengan meluncurkan bir Bintang Radlerr yang memiliki cita rasa jus lemon pada Agustus lalu.
Perusahaan ini mengalokasikan Rp 554,7 miliar untuk memperluas kapasitas produksi tiga tahun ke depan. Tapi, kata Chin, "Kami harus melihat selama beberapa bulan ke depan apa yang terjadi pada kepastian hukum dan regulasi, sebelum kami dapat memulai."
Pekan lalu, partai-partai Islam di parlemen mengusulkan RUU yang berusaha untuk memaksakan larangan total pada produksi, penjualan dan konsumsi alkohol. Beberapa anggota parlemen sekuler dan menteri tingkat tinggi telah menolak proposal yang tidak mungkin menjadi hukum, tapi Chin mengatakan pihaknya tetap memonitor perkembangannya.
Baginya, RUU itu tidak sekadar menyangkut bir. "Ini tentang kebijakan publik," kata Chin. "Di negara seperti Indonesia, itu akan berdampak pada investor asing serta pariwisata."
Kementerian Perdagangan mengatakan larangan penjualan minuman beralkohol di minimarket diperlukan untuk mencegah pemuda di bawah usia 21 tahun mengakses alkohol. Chin mengatakan produsen di industri ini telah bertemu dengan para pejabat pemerintah pada hari Minggu lalu dan membahas cara-cara untuk dapat bekerja sama mengekang peminum di bawah umur.
"Kami merasa ada banyak cara untuk mengatasi masalah ini dan kami merasa bahwa larangan bukanlah solusi yang paling efektif," katanya.
Multi Bintang mengatakan solusi yang mereka tawarkan dapat mencakup pelatihan staf ritel untuk meminta identifikasi, atau dengan menempatkan pembatasan pada jam penjualan. Ia juga membaca di media sudah ada usulan tentang membuat toko khusus untuk bir.
"Kami tetap optimis bahwa kita dapat menemukan solusi dengan pemerintah," kata Chin.
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...