BKSDA Maluku Amankan Burung Perkici dan Nuri Patah Kaki
AMBON, SATUHARAPAN.COM - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Maluku mengamankan satwa dilindungi berupa satu burung Perkici Pelangi (Trichoglossus haematodus) dan satu Nuri Maluku (Eos Bornea) dari kapal yang bersandar di Masohi, Maluku Tengah.
“Petugas Resort KSDA (Konservasi Sumber Daya Alam) Amahai telah mengamankan dua burung dilindungi, saat melakukan pengawasan di kapal feri KM Cantika 99, Kota Masohi,” kata Polisi Kehutanan (Polhut) BKSDA Maluku Seto di Ambon, Senin (4/11).
Ia menjelaskan kronologi kejadian tersebut pada saat petugas Resort KSDA Amahai melakukan pengawasan di Pelabuhan Feri Ina Marina, khususnya di Kapal Cantika 99 yang akan berangkat dari Kota Masohi menuju ke Pelabuhan Tulehu, Kota Ambon, petugas melakukan pemeriksaan di dalam kapal.
Saat melakukan patroli, lanjutnya, petugas menemukan dua satwa liar yang dilindungi ditempatkan dalam kandang besi pada bagian belakang sudut kapal feri tersebut. Petugas kemudian melakukan konfirmasi terhadap Anak Buah Kapal (ABK) dan penumpang, namun mereka tidak mengetahui pemilik burung tersebut.
“Petugas pun memberikan penjelasan terhadap penumpang dan ABK, terkait dengan peraturan perundang-undangan mengenai satwa liar yang dilindungi, termasuk larangan mengangkut, memperjualbelikan, serta memburunya,” kata Seto.
Petugas pun membawa satwa tersebut ke kantor Stasiun Konservasi Satwa Masohi untuk dikarantina sebelum dilepasliarkan. Kondisi burung Perkici Pelangi sehat, sedangkan untuk Nuri Maluku mengalami cacat dan patah kaki.
Seto juga menegaskan kepada masyarakat bahwa satwa liar khususnya jenis-jenis burung endemik dilindungi tidak dapat ditemukan di tempat lain, sehingga menjadi kewajiban menjaga keanekaragaman kelimpahan baik jenis tumbuhan maupun satwa di Indonesia.
Ia juga berharap bagi masyarakat yang menemukan kasus penyelundupan satwa segera dilaporkan ke pihak yang berwenang, baik di BKSDA maupun kepolisian.
“Kita terbuka kepada masyarakat, apabila ada penyerahan maupun laporan akan kita terima. Ini juga biar bisa kita nikmati TSL (Tumbuhan dan Satwa Liar) tersebut di masa kini maupun masa yang akan datang,” ucap Seto.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya bahwa barangsiapa dengan sengaja menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup; (Pasal 21 ayat (2) huruf a), diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta (Pasal 40 ayat (2).
Uskup Suharyo: Semua Agama Ajarkan Kemanusiaan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Uskup Agung Jakarta Kardinal Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo mengatakan ap...