Black Brothers Hapus Stigma Papua Orang Terbelakang
JAYAPURA, SATUHARAPAN.COM - Black Brothers Group bukan sekadar kelompok musisi biasa. Mereka memiliki visi dan misi utama untuk mengangkat martabat bangsa Papua yang selalu dibilang masih terbelakang.
Hal itu dikatakan pendiri sekaligus manajer Black Brothers, Andy Ayamiseba.
Menurut dia, kehadiran grup legendaris Tanah Papua itu adalah untuk mengangkat harkat dan martabat Orang Asli Papua (OAP) lewat seni budaya dan musik.
“Ini saya mau klarifikasi bahwa Black Brothers mempunyai misi dan visi, yakni mengangkat martabat OAP lewat seni budaya musik dan mendukung perjuangan bangsa Papua,” tulis Andy Ayamiseba melalui akun Facebooknya (12/3/2017).
Andy mengatakan, nama Black Brothers hanya bisa dipakai oleh pendiri demi menjalankan misi dan visi itu. Penggunaan nama Black Brothers oleh orang lain untuk misi dan visi yang berbeda dan bertentangan, adalah penggunaan gelap.
“Artis bisa saja direkrut atau diganti oleh pendiri sesuai kebutuhan atau bila dianggap bertentangan dengan visi dan misi Black Brothers,” ujarnya.
Menurutnya, Black Brothers berfungsi hanya untuk menghibur para penggemar demi menjalankan misi dan visinya.
“Kiranya klarifikasi ini dapat meluruskan nama Black Brothers yang telah dibengkokan oleh beberapa individu demi kepentingan pribadinya,” jelas Andy Ayamiseba.
Grup musik legendaris dari Tanah Papua ini pada awalnya diisi oleh Isack Mimi Fatahan, Ricky Haay, Corry Rumbino, Musa Fakdawer dan Ringgo Kadmaer. Sementara sejumlah personel berbakat lainnya adalah Benny Betay (bass), Jochie Phiu (keyboard), Amry Tess (trompet), Stevie MR (drums), Hengky Merantoni (lead guitar), Sandhy Betay (vokal), Marthy Messet (lead vocal), Agus Rumaropen (vokal) dan David (saxophone).
Awalnya grup ini bernama Iriantos dan setelah hijrah ke Jakarta tahun 1976 namanya diubah menjadi Black Brothers.
Mereka sempat tenar hingga ke Belanda dan Vanuatu. Tahun 1978, dibawah bimbingan sang manajer, grup ini melakukan show di kota asalnya di Jayapura. Usai melakukan show di Kota Jayapura, mereka show ke negara tetangga Papua Nugini.
Sekitar tahun 1980 mereka meminta suaka politik di Belanda.
Tahun 2015 dan 2016 grup ini kembali tampil di Jayapura atas undangan walikota Jayapura, Benhur Tomi Mano.
Pada 8 Maret 2017 mereka tampil di Stadion Mandala Jayapura, atas undangan John Wempi Wetipo (calon Gubernur Papua).
Editor : Eben E. Siadari
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...