Blatter Enggan Lepas Kursi Presiden FIFA
Blatter ogah turun dari kursi Presiden FIFA; Blatter masih ingin mengembangkan sepak bola; Isu suap jelang pemilihan Presiden FIFA yang baru
ZURICH, SATUHARAPAN.COM – Presiden federasi sepak bola dunia, (Federation Internationale de Football Association/FIFA), Joseph "Sepp" Blatter (78), mengonfirmasi akan kembali mencalonkan diri dalam pemilihan Presiden FIFA pada Juni 2015, karena masih memiliki misi yang belum tuntas.
Seperti dilansir dari goal.com, Senin (8/9), Blatter sudah menjabat sebagai Presiden FIFA sejak 1998 setelah menghentikan dominasi pria asal Brasil, Joao Havelande, yang sebelumnya memimpin organisasi tertinggi sepak bola dunia itu selama 24 tahun.
Blatter kemudian mengalahkan Issa Hayatou (Presiden konfederasi Afrika/CAF) dari Kamerun pada pemilihan 2002 sebelum memenangkan masa jabatan ketiga di Kongres FIFA lima tahun kemudian.
"Saya akan membuat deklarasi resmi persisnya pada September mendatang, saat anggota eksekutif komite berkumpul. Saya akan menginformasikan anggota eksekutif komite. Ya, saya akan siap. Saya akan menjadi kandidat," ujar Blatter.
Anggota Eksekutif Komite FIFA akan melakukan pertemuan di Zurich pada 25 hingga 26 September. Blatter mengaku dalam kesempatan itu dirinya akan memaparkan misi-misinya yang belum tuntas.
"Misi saya belum tuntas. Saya telah memberitahu Kongres FIFA. Ketika saya melakukan kongres terakhir di Sao Paulo, tidak hanya mendapatkan kesan baik, tetapi juga dukungan dari mayoritas anggota yang mengatakan Mohon teruskan, kembalilah menjadi presiden untuk masa yang akan datang,” ungkap Blatter.
Michel Platini, yang kini menjabat sebagai Presiden federasi sepak bola Eropa (Union of European Football Associations/UEFA), awalnya diperkirakan bakal menjadi calon pesaing Blatter. Namun, Platini beberapa waktu lalu memutuskan untuk tidak mengikuti proses pemilihan tersebut.
Dengan begitu, satu-satunya pesaing Blatter nanti adalah mantan Deputi Sekretaris Jenderal FIFA, Jerome Champagne. Champagne sempat bekerja sama dengan Blatter pada 2002 dan 2005 sebagai Sekretaris Jendral FIFA sebelum akhirnya memutuskan hengkang di 2010.
Sejak keluar dari FIFA, Champagne kemudian bekerja sebagai konsultan sepakbola internasional di negara-negara konflik perang seperti Kosovo, Palestina, Israel dan Siprus.
Mengembangkan Sepak Bola
Blatter mengatakan seandainya ia kembali terpilih, ia akan memberi hak kepada para pelatih untuk mendebat keputusan-keputusan wasit.
Ia pertama kali membicarakan ide itu di Kongres FIFA pada Juni, namun menyebar luaskannya di Soccerex.
"Saya akan mengusulkannya ke Dewan Internasional (badan pembuat peraturan permainan)," ucap dia.
"Mereka (para pelatih) semestinya memiliki hak mungkin satu atau dua kali dalam tiap babak, yang berarti dapat mendebat keputusan wasit, namun hanya saat permainan berhenti," Blatter menambahkan.
Blatter juga berkata dirinya percaya diri bahwa Piala Dunia 2018 di Rusia dan Piala Dunia 2022 di Qatar akan berjalan sesuai rencana, dan bahwa ajakan dari sejumlah birokrat Eropa untuk memboikot Piala Dunia di Rusia atau memindahkannya karena negara itu mengalami krisis merupakan hal keliru.
"Kami memonitor situasi namun tidak mengintervensi. Untuk masalah waktu kami sangat berkeras untuk memelihara organisasi Piala Dunia di Rusia dan Qatar pada 2022," jelas Presiden FIFA itu.
"Marilah kita menunggu dan melihat situasi geo-politik dan FIFA tidak akan mengintervensi dengan politik. Untuk masalah waktu kami bekerja dengan Rusia. Saya berada di sana tiga pekan silam, dan saya memiliki laporan mengenai pekerjaan stadion yang mereka lakukan dan mereka berada di jalur yang benar," Blatter menambakan.
Mengenai Qatar, ia kembali menegaskan bahwa Piala Dunia tidak akan dimainkan pada musim panas di 2022 namun mengingatkan bahwa jadwal baru belum ditentukan.
Perihal tudingan-tudingan korupsi seputar keputusan tuan rumah Piala Dunia 2022 yang diambil pada Desember 2019, ia berkata, "Kami masih menunggu laporan komite etik FIFA yang telah melakukan penyelidikan mendalam, dan kami menunggu hasil-hasil ini, bulan ini atau bulan depan."
"Mengenai rotasi Piala Dunia sudah jelas bahwa suatu hari kami semestinya memberikannya kepada dunia Arab. Itu merupakan keputusan yang diambil dari pengambilan suara demokratis yang sekarang kami miliki, untuk memperlihatkan bahwa negara kecil juga bisa menjadi tuan rumah Piala Dunia - namun itu merupakan tantangan," tutup Blatter.
Isu Suap
Di tengah proses pemilihan presiden baru, semasa kepemimpinan Blatter, FIFA memang kerap dikait-kaitkan dengan berbagai rumor tidak sedap, salah satunya isu suap, seperti dugaan suap dalam proses pemenangan Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022.
Qatar mengalahkan Amerika Serikat, Australia, Jepang, dan Korea Selatan, pada proses voting tuan rumah Piala Dunia 2022. Padahal, dalam salah satu laporan teknik FIFA mengingatkan soal tingginya temperatur udara di negeri Timur Tengah itu selama Juni-Juli yang beresiko untuk kesehatan pemain.
Di tengah banyaknya seruan untuk dilakukannya voting ulang, investigator FIFA Michael Garcia sempat menyatakan akan menyelesaikan tugas penyelidikannya atas kasus itu sebelum Piala Dunia 2014 bergulir Juni lalu. Namun, hingga kini belum ada kejelasan lebih lanjut atas investigasi tersebut.
Isu suap memang bukan hal baru dalam tubuh FIFA. Pada 1998, Presiden FIFA Joao Havelenge, sempat juga tersandung kasus suap. Menurut hasil investigasi Komite Etik pada 2011, pria yang menjabat sebagai ketua FIFA periode 1974-1998 itu terbukti menerima suap hingga 55 juta dollar AS.
Selain isu suap, beberapa anggota FIFA juga beberapa kali terkena skandal dugaan korupsi. Contoh teranyar adalah kasus yang menimpa Canover Watson (43), salah satu dari delapan anggota FIFA Financial Watchdog yang ditangkap Kepolisian Unit Anti-Korupsi Kepulauan Cayman setelah diduga terlibat dalam kasus korupsi dan pencucian uang.
Menurut pernyataan pihak kepolisian, Watson ditangkap karena dicurigai melakukan pelanggaran yang bertentangan dengan pasal 13 UU Anti-Korupsi Kepualauan Cayman, serta penyalahgunaan jabatan publik. Selain itu, kepolisian juga melaporkan telah terjadi konflik kepentingan dan kecurigaan adanya pencucian uang yang bertentangan dengan pasal 133 UU Hukum Hasil Penerimaan Jabatan. (AFP/goal.com)
Editor : Bayu Probo
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...