Blokir Situs Radikal Bukan Panasea
SATUHARAPAN.COM – Pemblokiran sejumlah situs yang memuat materi radikalisme oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) telah banyak mengundang perhatian banyak pihak. Tindakan itu dilakukan atas permintaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang telah memantau situs itu dalam beberapa tahaun terakhir. Ada 22 situs yang disebutkan diblokir.
Komentar itu, misalnya muncul dari Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI BIdang Informasi dan Komunikasi, Sinansari Ecip. Menurut dia, pemblokiran situs-situs islami oleh pemerintah dapat memicu ketakutan yang berlebihan terhadap Islam atau "islamophobia". Sementara yang lain berbicara tentang kekhawatiran terkekangnya kebebasan berpendapat.
Permintaan pemblokiran ini berkaitan dengan pantauan BNPT tentang meningkatnya penyebaran paham radikal, termasuk yang berlatar belakang agama yang bisa menimbulkan bahaya keamanan dan persatuan bagi bangsa Indonesia. Masalah yang sudah muncul adalah adanya tindakan terorisme, dan bergabungnya sejumlah warga negara Indonesia pada organisasi terorisme di luar negeri.
Paham radikal ini ditanamkan dalam berbagai bentuk kegiatan dan media. Salah satu media yang relatif murah dan mampu menyebarkan secara efektif dalam jangkauan luas adalah teknologi yang berbasis pada jaringan internet melalui media sosial dan situs web.
Di sisi lain, terkait dengan terorisme, sudah banyak komentar dari para ulama dan tokoh agama yang menyebutkan salah satu akarnya adalah adanya penanaman paham radikalisme. Maka banyak saran untuk mengatasi hal itu dengan upaya-upaya mencegah penyebaran radikalisme, termasuk memblokir situs yang menyebarkan.
Salah Satu
Upaya mencegah radikalisme melalui pemblokiran situs yang mengandung konten radikalisme hanyalah salah satu upaya yang bisa dilakukan di antara banyak upaya lain yang harus dilakukan. Sebab, kenyataannya penyabaran paham radikal ini tidak hanya melalui situs web, namun juga melalui bentuk media lain, bahkan dengan cara yang lain.
Dalam beberapa catatan, proses belajar di sekolah pun telah menjadi sarana penanaman radikalisme. Alamsyah M. Djafar, dalam tulisan di satuharapan.com, Senin (23/3), Intolerasni Kaum Pelajar, menyebutkan ada data dari The Wahid Institute yang menunjukkan bahwa di sekolah negeri terjadi juga intoleransi, sebagai salah satu bentuk radikalisasi.
Oleh karena itu, menanggapi pemblokiran situs berisi radikalisme tidak harus secara berlebihan. Pemblokiran itu tampaknya bukan panasea, bukan obat mujarab yang bisa menyembuhkna semua ''penyakit". Pemblokiran situs radikal tidak bisa mengatasi semua masalah radikalisme. Ini hanya salah satu cara yang memang harus dilakukan, di antara banyak cara yang harus dilakukan BNPT..
Bahkan juga tidak perlu ada kekhawatiran bahwa tindakan BNPT dan Menkominfo ini akan memicu "Islamophobia", hanya karena disebutkan situs yang diblokir itu sebagai situs “islami.” Hal ini justru menjadi pemicu munculnya pandangan yang kontradiktif: sementara banyak ulama menyebutkan Islam yang sebenarnya ‘’berwajah damai,” tapi mengapa situs yang dinilai mengandung konten radikal harus disebut situs “islami”?
Selain itu, di luar situs-situs yang diblokir sebenarnya banyak sekali situs islami yang justru banyak menyajikan konten yang damai dan bermanfaat bagi pembaca. Situs yang dikelola Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, atau Pengurus Pusat Muhammadiyah, atau situs milik MUI, jelas situs yang islami dan di luar yang disebut dan dikhawatirkan BNPT.
Di luar itu, ada banyak, bahkan jauh lebih banyak dari jumlah yang diblokir, yang merupakan situs web tidak berisi radikalisme, bahkan sebaliknya mempromosikan kerukunan, kerja sama untuk kemanusiaan, perdamaian, dan pendidikan agama yang lebih ‘’sejuk’’. Situs-situs itu, termasuk yang dikelola oleh organisasi keagamaan, oleh pondok pesantren, sekolah atau perguruan tinggi keagamaan.
Bukti dan Alasan
Oleh karena itu, respons berlebihan atas pemblokiran sejumlah situs yang berisi radikalisme sebagai memicu Islamophobia, justru bisa menjadi bentuk phobia lain yang berlebihan. Sebab, ada banyak situs Islami lain yang diminati untuk dikunjungi bukan hanya oleh kalangan Muslim, tetapi juga penganut agama lain, dan tidak menampilkan radikalisme agama.
Selain pemblokiran situs yang mengandung konten radikalisme, pendidikan bagi masyarakat untuk mencari informasi dari situs yang bebas radikalisme, merupakan upaya yang penting. Sebab, pada dasarnya ada banyak situs dengan informasi yang baik dan berguna, namun kurang mendapatkan perhatian.
Dalam hal ini, BNPT dan Menkominfo telah menjelaskan alasan pemblokiran itu. Dan tentu saja diharapkan dua lembaga ini bisa menunjulkkan bukti ketika ada pertanyaan dan protes dari pihak yang berkeberatan, untuk menghindari tindakan sewenang-wenang.
Apa yang dilakukan ini telah menjadi langkah awal yang penting, dan harus memiliki akuntabilitas yang tinggi. Pihak Menkominfo juga menyebutkan telah membentuk sebuah panel yang akan memberikan pendapat untuk mengatasi situs web yang dinilia berisi materi radikalisme, dan hal negatif lain. Panel ini akan rapat pertama pada pekan depan.
Tantangan mengatasi penyebaran informasi yang tidak baik melalui media internet akan menjadi pekerjaan serius, mengingat teknologi ini telah berkembang pesat dan telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Dan panel itu juga akan bekerja untuk mengatasi situs dengan konten terkait penghinaan pada agama, pornografi, kekerasan pada anak, dan SARA.
Menkominfo, dan lembaga-lembaga negara lain yang terkait harus cepat dan sistematis merespons kekhawatiran publik tentang informasi yang dikhawatirkan ‘’berdampak buruk” yang tersebar luas melalui internet. Ini sudah lama disuarakan, dan diharapkan respons ini dilakukan dalam frame konstitusi tentang tanggung jawab negara dalam melindungi segenap warga negara.
Paham radikal dan penggunaan kekerasan dengan latar belakang apa pun, tidak akan menjadi kohesi bagi ksistensi suatu bangsa dan negara, justru dampaknya melemahkan negara. Mencegah radikalisme menyebar di kalangan masyarakat adalah kewajiban negara. Bahkan ini tidak cukup hanya dengan mencegah konten radikal dalam situs web.
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...