Blue Bird vs Uber
Kita semua punya pilihan.
SATUHARAPAN.COM – Kalau di bioskop hari ini, sedang laris film berjudul Batman Vs Superman. Nah, kalau yang ramai di media massa akhir-akhir ini, tragedi Blue Bird Vs Uber. Tak hanya Uber yang diuber-uber Blue Bird, ada pula Grab dan Gojek. Jika Anda tidak memasang aplikasi pemesanan transportasi berbasis daring atau jika Anda tidak mengikuti tren berita terkini, barangkali akan bingung. Apa itu Blue Bird, Uber, Grab, dan Gojek?
Blue Bird adalah nama perusahaan taksi yang beroperasi di Jakarta sejak 1972. Sebagaimana taksi pada umumnya, Blue Bird memiliki armada bertanda khusus dengan menggunakan argometer untuk menentukan tarif. Sedangkan Uber adalah nama penyedia jasa transportasi umum dengan menggunakan kendaraan pribadi yang awalnya tumbuh di Kota Paris pada 2008. Sejak semula, Uber dikondisikan sebagai transportasi umum berbasis aplikasi ponsel. Soal tarif, Uber dikenal murah, tak tahu seperti apa ekonometrinya.
Ceritanya pekan lalu para pengemudi Blue Bird mengungkapkan kekesalan kepada para penyedia layanan transportasi daring. Uber, Grab dan Gojek ditempatkan sebagai seteru dalam hal perebutan penumpang yang merupakan sumber pemasukan dari setiap narik. Namun, rupanya perseteruan Blue Bird versus Uber merambah pada hal-hal yang krusial. Seperti perizinan, bentuk badan hukum yang mewadahi, keterikatan pada aturan pembayaran pajak, urusan uji kelayakan kendaraan, dan lain sebagainya.
Uber tak mau kalah dengan beralasan kemajuan teknologi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sebab masyarakat yang kini selalu punya ponsel pintar lebih memilih alternatif yang praktis lagi ekonomis. Upaya mendekatkan diri dengan masyarakat inilah yang menjadi pegangan bagi Uber untuk tetap beroperasi. Pengemudi diuntungkan, penumpang pun demikian. Padahal kalau ditelisik, soal aplikasi ponsel pun, Blue Bird juga memilikinya.
Bercermin dari Blue Bird versus Uber, sebenarnya tak perlulah sampai terjadi aksi anarkis seperti yang terjadi pada 22 Maret lalu. Semua hal bisa disesuaikan, kok. Soal izin operasional, bisa diurus. Soal pembentukan badan hukum tetap, bisa didirikan. Soal pembayaran pajak, bisa dibina. Soal uji kelayakan kendaraan, bisa dilakukan. Yang penting niat mencari rejeki di jalan halal menjadi prinsip semua pihak. Malahan, kita pun perlu mencermati, bilakah semua proses legal tersebut telah dikerjakan sebagaimana mestinya, atau hanya formalitas.
Kita semua punya pilihan. Sebagai driver taksi Blue Bird, Uber, Grab atau Gojek kita bisa memilih bersikap jujur dan senantiasa bersyukur daripada merutuki rejeki orang lain. Pun sebagai konsumen, kita bisa memilih bersikap bijaksana sebagai manusia berhati nurani dan sebagai warga negara yang baik.
Setuju?
Email: inspirasi@satuharapan.com
Editor : Yoel M Indrasmoro
Joe Biden Angkat Isu Sandera AS di Gaza Selama Pertemuan Den...
WASHIGTON DC, SATUHARAPAN.COM-Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, mengangkat isu sandera Amerika ya...