Loading...
SAINS
Penulis: Sabar Subekti 10:55 WIB | Rabu, 02 Agustus 2023

BMKG: 63 Persen Wilayah Indonesia Memasuki Musim Kemarau

Kekeringan. (Foto ilustrasi: dok. Ist)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan bahwa sebanyak 63 persen kawasan Indonesia telah memasuki musim kemarau dan terdampak dari fenomena El Nino.

“Saat ini sudah sekitar 63 persen dari 699 itu sudah memasuki periode musim kemarau artinya yang memang sudah terdampak langsung dari El Nino itu sekitar 63 persen wilayah zona musim,”  ungkap Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG, A. Fachri Radjab, Senin (31/7/23).

Dijelaskan bahwa puncak dari kekeringan di Tanah Air disebabkan fenomena El Nino ini diperkirakan pada bulan Agustus dan September. “Dari sisi spasialnya juga ternyata tidak sama seluruh wilayah Indonesia. Contoh di Maluku dan juga di beberapa sebagian Papua itu justru sekarang masih belum masuk musim kemarau,” katanya.

Indonesia bersiap menghadapi dampak fenomena El Nino yang mengakibatkan musim kemarau lebih panjang dari biasanya. "Di Indonesia, El Nino memberikan dampak pada kondisi lebih kering sehingga curah hujan berkurang, tutupan awan berkurang, dan suhu meningkat," kata Fachri

Pemantauan 10 hari terakhir Juli 2023, indeks El Nino-Southern Oscillation (ENSO) menunjukkan nilai sebesar +1,14 yang mengindikasikan bahwa El Nino terus menguat intensitasnya sejak awal Juli. BMKG memprediksi puncak dampak El Nino akan terjadi pada Agustus-September 2023 mendatang.

Hasil monitoring hingga pertengahan Juli 2023, sebanyak 63% dari zona musim telah memasuki musim kemarau. BMKG memprediksi kemarau tahun ini akan lebih kering dari normalnya dan juga lebih kering dari tiga tahun sebelumnya.

Beberapa daerah yang akan terdampak cukup kuat adalah sebagian besar wilayah Sumatera seperti Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Riau, Bengkulu, Lampung. Seluruh Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara diprediksi memiliki curah hujan paling rendah dan berpotensi mengalami musim kering yang ekstrem.

Prakiraan curah hujan bulanan BMKG menunjukkan bahwa sebagai besar wilayah Indonesia akan mengalami curah hujan bulanan kategori rendah bahkan sebagian lainnya akan mengalami kondisi tanpa hujan sama sekali hingga Oktober nanti. "Jadi harus tetap waspada akan potensi terjadinya kekeringan," kata Fachri.

Adapun sektor yang paling terdampak dari fenomena El Nino adalah sektor pertanian, utamanya tanaman pangan semusim yang sangat mengandalkan air. Rendahnya curah hujan akan mengakibatkan lahan pertanian kekeringan dan dikhawatirkan akan mengalami gagal panen.

Oleh karenanya, BMKG mendorong pemerintah daerah khususnya bagi daerah yang diprediksi terdampak serius untuk melakukan langkah mitigasi dan aksi kesiapsiagaan secepat mungkin. Caranya, melakukan gerakan panen hujan, memasifkan gerakan hemat air, dan menyiapkan tempat cadangan air untuk puncak kemarau.

Kepala Badan Pangan Nasional (BAPANAS), Arif Prasetyo Adi, mengatakan kondisi kemarau panjang harus diantisipasi dengan ketahanan pangan komoditas utama. Saat ini Indonesia melalui Perum BULOG telah memiliki stok beras sebanyak 800 ribu ton dan akan ditingkatkan mencapai 2,24 juta ton hingga akhir Desember 2023.

"Sumbernya pertama harus mengutamakan produksi dalam negeri. Kita harus jaga harga ditingkat petani supaya baik dan di hilir inflasinya terjaga karena akan berpengaruh pada daya beli masyarakat," kata Arif.

BAPANAS juga akan memberikan bantuan beras kepada masyarakat yang nantinya mengalami dampak langsung El Nino. Caranya dengan memberikan bantuan berupa beras seberat 10 kilogram/bulan pada tiga bulan terakhir tahun ini. Bantuan itu rencananya akan diberikan kepada 21,3 juta keluarga penerima manfaat (KPM).

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home