Bom Baghdad, Irak Gunakan Detektor Palsu
BAGHDAD, SATUHARAPAN.COM – Bom bunuh diri di ibu kota Irak, Baghdad yang menewaskan 119 orang menunjukkan kelemahan keamanan di Irak, antara lain karena detektor bom yang digunakan merupakan barang palsu.
Perdana Menteri Irak, Haider Al-Abadi, hari Minggu (3/7) memerintahkan langkah-langkah perubahan untuk keamanan Baghdad, termasuk menarik detektor bom palsu yang selama ini digunakan, seperti dilaporkan AFP.
Serangan teror bom mobil bunuh diri, yang diklaim oleh kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS atau ISIS), terjadi di sebuah pusat belanja yang sibuk pada Minggu di dini hari. Selain korban tewas, sekitar 180 orang terluka, kata para pejabat.
Perintah Abadi menyoroti salah satu kelemahan terlama dan paling menyakitkan dalam sistem keamanan diBaghdad, yaitu terus menggunakan alat detektor bom palsu di pos pemeriksaan. Padahal sudah beberapa tahun orang yang menjual barang itu ke Irak dipenjara di Inggris atas kasus penipuan.
Perdana menteri memerintahkan semua pasukan keamanan untuk berhenti menggunakan perangkat genggam itu yang terbuat dari plastik hitam dengan pegangan seperti pistol dan antena kecil berwarna perak yang diduga mampu mendeteksi berbagai bahan, termasuk bahan peledak.
Pada kenyataannya, peralatan itu tidak mampu mendeteksi apa-apa, kecuali secara kebetulan.
Abadi juga meminta kementerian dalam negeri mempercepat penyebaran alat Rapiscan yang digunakan untuk memeriksa kendaraan" di semua pintu masuk ke Baghdad. Yang dimaksud adalah scanner pada sebuah truk dari sistem Rapiscan.
Dia juga memerintahkan petugas keamanan pada pos pemeriksaan untuk tidak menggunakan telepon selular pada saat bertugas. Hal itu sering terjadi dan mengurangi efektivitas kerka di banyak pos pemeriksaan yang tersebar di seluruh Baghdad.
Langkah-langkah lain yang dilakukan termasuk meningkatkan pengintaian dan intelijen udara, meningkatkan koordinasi antar aparat keamanan dan reorganisasi pos pemeriksaan di ibu kota.
Namun masih harus dilihat berapa banyak langkah baru perlu dilakukan, sebab pada kenyataannya, seperti perubahan yang telah diumumkan oleh pemerintah Irak sebelumnya, tapi tidak dilaksanakan di lapangan.
Irak sendiri mengalami masalah berat dalam korupsi, di mana sebelumnya terjadi kasus ‘’ghost soldiers’’ (tentara hantu) yang merupakan daftar fiktif anggota militer dan menyebabkan dengan mudah ISIS menguasai sejumlah kota dan wilayah Irak pada tahun 2014.
Selain itu, kabinet yang berisi menteri dari partai politik yang berbasis kelompok telah menjadi sumber korupsi. Tuntutan reformasi kabinet untuk menempatkan orang profesional sampai sekarang belum dilakukan.
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...