BPK Audit Kepatuhan Freeport Membayar Pajak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akan melakukan audit terhadap PT Freeport Indonesia walaupun perusahaan ini bukan termasuk Badan Usaha Milik Negara.
Salah satu yang akan diperiksa melalui audit itu ialah mengenai kepatuhan PT Freeport membayar pajak. Melalui audit tersebut, BPK ingin melihat apakah negara sudah mendapat bagian semestinya seperti yang ditentukan dalam Kontrak Karya.
Rencana ini disampaikan oleh Anggota VI BPK, Rizal Djalil, kepada Antara di Jakarta, hari ini (28/1).
Menurut Rizal, adan empat aspek yang menjadi fokus dalam audit yang akan dilakukan tersebut, termasuk mengenai pembayaran pajak.
Menurut Rizal, fokus pertama dari audit adalah pelaksanaan secara menyeluruh KK PT. Freeport dengan pemerintah Indonesia.
"Pelaksanaaan ini dalam arti luas ya, harus dilihat apakah semua hal yang disepakati di Kontrak Karya ini dijalankan atau tidak," ujar anggota BPK yang membawahkan lingkup audit kepada Kementerian ESDM ini.
Meskipun PT. FI bukan merupakan perusahaan negara, kata dia, pemerintah memiliki saham di perusahaan yang berinduk usaha kepada Freeport-McMoran Inc itu.
Dalam pelaksanaan semua klausul dalam Kontrak Karya selama ini, kata Rizal, BPK juga akan memeriksa semua kebijakan Kementerian ESDM dalam Kontrak Karya (KK).
Disinggung mengenai hasil sementara audit tersebut, Rizal masih enggan mengungkapkannya.
Dia meminta waktu agar timnya fokus bekerja menuntaskan audit tersebut. Target dia, dalam dua bulan sejak akhir Januari ini, audit tersebut rampung dan dapat menjadi rekomendasi kebijakan pemerintah.
Rizal melanjutkan, aspek kedua yang menjadi fokus BPK adalah kewajiban Freeport dalam membayar pajak dan penerimaan bukan pajak kepada negara selama ini. BPK ingin melihat apakah negara sudah mendapat bagian semestinya seperti yang ditentukan dalam KK.
"Ini sangat penting untuk gambaran pemerintah," ujarnya.
Aspek ketiga, lanjut Rizal, adalah realisasi komitmen Freeport selama ini dalam memulihkan dan melestarikan alam Papua. Hal tersebut, ujar Rizal, sudah menjadi kewajiban Freeport sebagai investor yang telah mengeruk kekayaan tembaga dan emas di kawasan Tembaga Pura, Papua.
Adapun aspek keempat adalah kewajiban divestasi saham miliki PT. Freeport ke pemerintah. Saat ini, pemerintah dan Freeport masih belum menemukan titik terang untuk nilai valuasi saham dengan porsi 10,64 persen, sebagai bagian kewajiban divestasi Freeport yang ditentukan sebesar 30 persen kepada perserta domestik hingga 2019.
Saat ini, kepemilikan saham pemerintah di PT FI baru sebesar 9,36 persen.
Disinggung apakah audit ini berasal dari permintaan resmi Dewan Perwakilan Rakyat, Rizal membantahnya. Menurutnya, pemeriksaan ini merupakan inisiatif BPK, di mana hasilnya akan menjadi rekomendasi BPK kepada pemerintah untuk mengambil kebijakan terkait perpanjangan kontrak karya Freeport.
"Ini inisiatif BPK, kami ingin membantu pemerintah," ujarnya.(Ant)
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...