BPK: Hasil Audit BPK Tidak Ditindaklanjuti, Langgar Konstitusi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Hasil audit internal Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) atas dugaan korupsi dalam transaksi pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dinilai harus ditindaklanjuti oleh penegak hukum karena terindikasi merugikan negara senilai Rp 191, 3 miliar.
“Di Undang-undang mengatakan apabila apa yang dilakukan BPK tidak ditindaklanjuti maka itu melanggar konstitusi,” ujar Ketua BPK, Harry Azhar Azis, hari Senin (20/6), di Gedung BPK, Jakarta Pusat.
Menurutnya, tak dibutuhkan pengulangan dalam hal audit internal karena kerugian negara sudah dikatakan final. Selanjutnya BPK menyerahkan penindaklanjutan kasus ini kepada pengadilan.
“Kerugian negara sudah final, dan pemegang kata kebenaran di negara ini hanyalah pengadilan, tak ada yang lain,” kata Harry.
Dikatakan pula olehnya, apabila tidak ada pembenahan dalam hal ini, maka kerugian negara akan tetap ada. “Yang berkewajiban mengembalikan kerugian negara akibat pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras adalah Pemprov DKI Jakarta. Pemprov DKI Jakarta harus mengembalikannya,” katanya.
Harry dalam kesempatan itu menjelaskan secara singkat mekanisme pengembalian kerugian negara yang ditimbulkan dari pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras.
“Menurut UU, kerugian negara harus dikembalikan dalam 60 hari setelah keluarnya laporan hasil keuangan. Sedangkan, dalam kasus ini sudah lebih dari itu, sudah lewat. Kalau tidak dikembalikan, ada sanksi pidananya selama satu (1) tahun enam (6) bulan,” ujar Harry.
Namun, ketika ditanya ihwal siapa yang harus menanggung sanksi pidananya, Harry mengaku hanya lembaga penegak hukum yang bisa menentukan. “BPK bukan penegak hukum. Kami tidak bisa menentukan siapa yang harus menerima sanksinya, yang kami harap kalau memang ada unsur pidana maka harus ditindak,” katanya.
Anggota BPK, Eddy Mulyadi Soepardi, dalam konferensi pers bersama KPK hari Senin (20/6), menegaskan bahwa BPK bersama KPK akan terus menelusuri kasus Sumber Waras. Namun, bukan berarti adanya penyimpangan dalam transaksi oleh Pemprov DKI Jakarta tidak benar.
“Hasil BPK yang menyatakan ada penyimpangan tetap sempurna, bukan tidak berlaku. Perbedaannya hanya belum ditemukan tindak pidana, tapi bukan berarti berhenti. Penelitiannya masih dilakukan. Tidak ada kesepakatan bahwa ini berubah menjadi tidak sempurna, mungkin besok akan lebih sempurna,” ucap Eddy.
Dalam penyelidikan kasus Sumber Waras, KPK telah meminta keterangan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada tanggal 12 April 2016. Menurut Ketua KPK, Agus Rahardjo, dari penelusuran penyelidik KPK atas kasus ini dinyatakan belum ditemukan dua alat bukti yang menandakan adanya perbuatan melawan hukum atas kasus tindak pidana korupsi dalam pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras seluas 3,64 hektar.
Kesimpulan tersebut berbeda dengan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK atas Laporan Keuangan DKI Jakarta tahun 2014 yang menyatakan pembelian tanah itu diindikasi merugikan keuangan negara hingga Rp 191,3 miliar karena harga pembelian Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terlalu mahal.
Editor : Eben E. Siadari
Di Reruntuhan Gereja Yang Dibom di Lebanon, Ada Pohon Natal ...
DARDGHAYA-LEBANON, SATUHARAPAN.COM-Sebuah pohon Natal berdiri di antara batu-batu yang tumbang dari ...