BPK: Pengelolaan Keuangan Negara Bocor Rp 112,57 Triliun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI melaporkan telah terjadi kebocoran keuangan negara hingga Rp 112,57 triliun. Kebocoran itu terjadi dalam 40.854 kasus yang dicatat selama lima tahun, kurun waktu semester II 2009 - semester I 2014.
Dalam Rapat Paripurna DPR ke-11, Selasa (2/12), Ketua BPK RI Harry Azhar Azis menyampaikan hasil pemeriksaan itu dilakukan pada bidang-bidang yang menjadi prioritas Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 yang dimuat dalam ikhtisar hasil pemeriksaan lima tahun (IHPL). "Bidang itu antara lain perbaikan tata kelola pemerintahan dan reformasi birokrasi," ujar dia.
Beberapa hal yang menjadi sorotan antara lain pembangunan ekonomi dan lingkungan khususnya ketahanan energi, BPK menemukan subsidi listrik yang tidak tepat sasaran. Subsidi dinikmati pelanggan menengah, pelanggan besar, dan pemerintah.
"Lalu mengenai pembangunan kesejahteraan rakyat, BPK menemukan dalam program pendidikan, jumlah pendidik dan tenaga kependidikan belum sesuai dengan kebutuhan, masih banyak sekolah yang kekurangan guru baik di tingkat SD, SMP, dan SMA/SMK,” kata dia.
Untuk program kesehatan, lanjut Harry, BPK memeriksa antara lain pengelolaan program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) meliputi kepesertaan, pelayanan, pendanaan, verifikasi, serta monitoring dan evaluasi.
"BPK menemukan data kepesertaan Jamkesmas dan Jamkesda belum mutakhir dan akurat. Ada kepesertaan ganda, alamat tidak lengkap, peserta tidak dikenal kelurahan, peserta meninggal dunia, berstatus PNS, TNI, dan pensiunan, serta ada perbedaan data jumlah orang miskin antar instansi," ujar dia.
Dalam Sidang Paripurna DPR ke-11 itu, tingginya angka kerugian negara sampai Rp 112,57 triliun selama lima tahun, mendapat sorotan. Sorotan itu disampaikan oleh Anggota DPR dari Fraksi PDIP, Rieke Diah Pitaloka. "Ini angka yang besar. Padahal, kita sering keluhkan defisit," tutur Anggota Komisi IX itu.
Perlu Perhatian
Tak hanya menyampaikan IHPL, BPK juga memaparkan sejumlah permasalahan signifikan pada semester I 2014. Secara keseluruhan, pada semester tersebut BPK mengungkap sebanyak 14.854 kasus dengan kerugian senilai Rp 30,87 triliun.
"Permasalahan signifikan ini perlu mendapat perhatian karena terjadi di banyak entitas dan diperkirakan memiliki implikasi luas bagi kepentingan masyarakat baik untuk saat ini maupun masa mendatang," ujar Harry.
Dari tujuh permasalahan, beberapa di antaranya yakni soal penambahan modal PT Bank Mutiara (sebelumnya Bank Century), program penerapan KTP elektronik, efektivitas pengangkatan direksi, komisaris, dan dewan pengawas Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Hal lainnya pengelolaan subsidi dan public service obligation (PSO) yang meliputi subsidi energi, pupuk, beras, dan PSO. Lalu pengalihan PT Askes menjadi BPJS Kesehatan dan PT Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan.
Terkait penambahan modal PT Bank Mutiara, pada 23 Desember 2013 Dewan Komisioner Lembaga Penjaminan Sementara memutuskan dan merealisasikan penambahan modal pada PT Bank Mutiara senilai Rp 1,25 triliun. Namun, BPK menyimpulkan penambahan modal itu belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Untuk KTP elektronik dari anggaran yang dialokasikan Rp 5,59 triliun, BPK menemukan antara lain 11 kasus ketidakefektifan senilai Rp 357,2 miliar dan kasus kerugian negara Rp 24,9 miliar," kata dia.
Sementara efektivitas pengangkatan dan pemberhentian direksi, komisaris, dan dewan pengawas BUMN, BPK menemukan masih terdapat direksi/komisaris/dewan yang merangkap sebagai direksi/komisaris/dewan di BUMN lain atau merangkap sebagai pejabat instansi pemerintah yang menjadi regulator dari bidang yang bersangkutan.
"Kementerian BUMN belum mempunyai peraturan tentang tata cara pengangkatan dan pemberhentian komisaris/dewan pengawas BUMN, sedang untuk direksi sudah ada," ujar dia.
Lalu terkait BPJS, BPK menemukan data master file peserta penerima bantuan iuran BPJS kesehatan belum akurat, tunggakan iuran Askes Sosial Rp 943,3 miliar yang belum diselesaikan oleh pemerintah daerah.
"Pembentukan dana pengembangan jaminan hari tua penyangga/buffer di BPJS ketenagakerjaan senilai Rp 1,36 T mengakibatkan peserta jaminan hari tua tidak menerima seluruh dana pengembangan tunjangan hari tua tahun 2012," kata dia.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...