BPOM Harus Lebih Ketat Awasi Makanan Berbahaya Hingga Pelosok
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Anggota Komisi IX DPR RI yang membidangi masalah kesehatan, Roberth Rouw, mengapresiasi kinerja Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang kerap melakukan sidak atau pengecekan terhadap peredaran dan penjualan makanan yang mengandung bahan-bahan berbahaya di seluruh Indonesia selama bulan ramadan ini.
Sebab, dari hasil sidak yang dilakukan BPOM baik di Jakarta maupun di kota-kota lain di Indonesia, ditemukan banyak makanan yang mengandung bahan berbahaya seperti boraks dan formalin serta mengadung pewarna tekstil. Bahkan, disebagian daerah lain telah ditemukan makanan yang tidak layak konsumsi seperti hati sapi yang sudah bercacing dan lain sebagainya.
"Saya mengapresiasi langkah BPOM yang kerap melakukan sidak dan menemukan makanan yang tidak layak konsumsi yang tersebar di pasar-pasar maupun di minimarket di berbagai daerah di Indonesia," kata Roberth dalam siaran pers yang diterima satuharapan.com, di Jakarta, hari Rabu (1/7) malam.
Meski demikian, kata Roberth, BPOM harus melaksanakan tugas pokoknya dalam mengawasi peredaran makanan yang mengandung bahan-bahan berbahaya hingga ke pelosok-pelosok daerah. Sehingga, pengawasan tidak hanya berpusat di kota-kota besar saja.
"Harus ada pengawasan yang lebih ketat yang diterjunkan ke masyarakat dari tingkat provinsi hingga kebupaten. Karena hal itu sudah diatur dalam pasal 67 Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001, bahwa BPOM melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata dia.
Apalagi, politisi Partai Gerindra ini, menjelaskan bahwa saat ini kondisi perekonomian nasional sedang lesu. Daya beli masyarakat juga menurun. Akhirnya sejumlah oknum pedagang memanfaatkan pengawet berbahaya berharga murah untuk menghindari kerugian akibat makanan basi tidak terjual.
Fenomena makanan tidak sehat ini, kata Roberth mencerminkan kurangnya sosialisasi dan pendampingan pemerintah terhadap pembeli maupun penjual. Karena itu ia mengatakan, BPOM jangan hanya bisa menyita produk makanan berbahaya dari para pedagang kecil saja, melainkan harus melakukan sosialisasi dan pembinaan berkelanjutan.
"Sebab, tidak hanya masyarakat yang harus diselamatkan dari makanan berbahaya, tapi para pedagang kecil harus diadvokasi dengan sosialisasi dan penyuluhan terus menerus. BPOM jangan cuma jadi pemadam kebakaran yang bertindak setelah kejadian," kata dia.
Karena itu, perlu ditingkatkan anggaran pengawasan terhadap peredaran obat dan makanan yang mengandung bahan-bahan berbahaya. Sehingga, BPOM dapat bekerja optimal dalam menjalankan tugasnya.
"Selain itu perlu juga dirancang aturan-aturan terkait sanksi yang lebih berat terhadap peredaran serta penjualan obat dan makanan. Sehingga pengawasan terhadap obat dan makanan yang membahayakan masyarakat yang dilakukan oleh BPOM tidak sia-sia," katanya.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
60.000 Warga Rohingya Lari ke Bangladesh karena Konflik Myan...
DHAKA, SATUHARAPAN.COM - Sebanyak 60.000 warga Rohingya menyelamatkan diri ke Bangladesh dalam dua b...