BPOM: Makerel dari Cina Mengandung Cacing
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Sampai sejauh ini, dari hampir setengah merek ikan makerel kaleng di pasaran, yang telah diteliti Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM), telah ditemukan cacing.
Penelitian terus dilakukan untuk mengetahui seberapa besar skala masalah.
"Temuan ikan makerel dalam kaleng mengandung cacing, setelah itu kita kembangkan. Yang terakhir adalah sampai dengan awal kemarin sudah kita informasikan ke publik adanya tiga merek dan sudah ada penarikan," kata ketua Badan POM, Penny Lukito, pada Jumat (30/3), kepada Nuraki Aziz yang melaporkan untuk BBC Indonesia.
"Tetapi kemudian kita kembangkan lebih jauh lagi sampai ada 66 merek, di mana ditemukan 27 merek sudah positif mengandung cacing."
Temuan pada makanan yang dikonsumsi sejak lama oleh masyarakat Indonesia ini, dipandang jelas-jelas melanggar sejumlah peraturan hukum yang dapat menyebabkan pelakunya didenda maksimal dua miliar rupiah dan penjara lima tahun.
"Di Indonesia itu kan ada dua undang-undang yang bisa dijadikan payung hukum terkait dengan temuan ini. Pertama adalah undang-undang pangan, yang kedua undang-undang tentang perlindungan konsumen.
Bagaimanapun YLKI mendalilkan, adanya cacing di dalam makanan itu adalah produk pangan yang tidak sehat untuk dikonsumsi.
"Ketika makerel atau sarden ini mengandung cacing kan apakah di labelnya disebutkan bahwa ini mengandung cacing?" tanya Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
Dari Cina
Badan POM mengatakan, sampai sejauh ini cacing ditemukan dari makerel produk Cina atau berasal dari perairan Cina.
"Sudah kita lakukan penyetopan dari impor. Karena itu produksinya ada sebagian produk impor, merek dengan produk impor. Sebagian lagi produk dalam negeri dengan bahan baku impor. Jadi semuanya adalah ikan makerel yang semuanya tidak hidup di perairan Indonesia. Tapi ikan makerel yang hidup di perairan Cina. Bahan baku Cina, bukan dari perairan Indonesia," kata Penny Lukito.
YLKI, memandang adanya cacing di produk yang biasanya dikonsumsi secara ad hoc di perkotaan ini disebabkan ketidakberesan dalam proses produksi baik di hulu maupun di hilir.
"Proses produksi dalam arti pengambilan ikan di hulunya seperti apa. Apakah pada saat pengambilan di laut atau pada saat di proses produksinya, mungkin penyimpanan terlalu lama dan seterusnya sehingga menyebabkan masuknya unsur cacing," kata Tulus.
Dimasak
Jadi apa yang bisa dilakukan masyakarat pemakan ikan makerel kalengan? Menteri Kesehatan, Nila Moeloek, mengatakan konsumen harus memasak ikan kalengan tersebut, jangan memakan langsung.
"Sterilitas itu yang harus dijaga, setahu saya itu (ikan kalengan) kan enggak dimakan mentah, kita goreng lagi, ya cacingnya mati. Saya kira kalau sudah dimasak kan jadi steril," demikian pernyataan tertulis Kementerian Kesehatan mengutip pernyataan Menteri Nila menjelang Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR pada hari Kamis (29/3).
Pihak Badan POM sebenarnya sudah memerintahkan penarikan produk ikan makerel kalengan tersebut. Tetapi YLKI menyatakan sampai sejauh ini langkah hukum yang diambil pemerintah, terkait dengan kasus-kasus sejenis apakah itu makanan ataukah obat, kurang menimbulkan efek jera bagi para pelanggar.
"Memang ketika di pengadilan yang kita lihat putusan-putusan dari hakim itu tidak terlalu keras atau tidak terlalu kuat, karena sifatnya rata-rata hanya hukuman percobaan. Sehingga boleh dikatakan efek jera dari putusan itu tidak terlalu besar atau tidak membuat produsen itu jera sehingga sering melanggar dan melakukan tindakan-tindakan yang sama," kata Tulus dari YLKI. (bbc.com)
Editor : Sotyati
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...