BPOM Mengaku Bersalah Atas Peredaran Vaksin Palsu
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengakui ada kelemahan dalam pengawasan atas peredaran vaksin palsu, yang diperkirakan sudah terjadi sejak tahun 2003.
Vaksin yang tidak sesuai persyaratan, secara sporadis sebenarnya telah ditemukan sejak tahun 2008, namun pada saat itu kasus hanya terjadi dalam jumlah kecil, dengan modus pelaku pada umumnya melakukan penjualan vaksin yang telah melewati masa kedaluwarsa.
Pada tahun 2013, Badan POM menerima laporan dari perusahaan farmasi Glaxo Smith Kline, terkait adanya pemalsuan produk vaksin produksi Glaxo Smith Kline yang dilakukan oleh dua sarana yang tidak memiliki kewenangan, untuk melakukan praktik kefarmasian. Laporan itu telah ditindaklanjuti dengan hasil satu sarana terbukti melakukan peredaran vaksin ilegal. Tersangka dikenai sanksi sesuai Pasal 198 Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan berupa denda sebesar Rp 1.000.000.
Pada tahun 2014, Badan POM melakukan penghentian sementara kegiatan pedagang besar farmasi (PBF) resmi, yang terlibat menyalurkan produk vaksin ke sarana ilegal/tidak berwenang yang diduga menjadi sumber masuknya produk palsu.
Pada tahun 2015, Badan POM kembali menemukan kasus peredaran vaksin palsu. Produk vaksin palsu tersebut ditemukan di beberapa rumah sakit di daerah Serang. Hingga saat ini, kasus sedang dalam proses tindak lanjut secara pro-justitia. Untuk mengatasi vaksin yang tidak memenuhi syarat ataupun palsu tahun 2008-2016, Badan POM langsung meneruskannya ke ranah hukum.
Pada tahun 2016, Badan POM dan Bareskrim Mabes Polri menerima laporan dari PT Sanofi-Aventis Indonesia terkait adanya peredaran produk vaksin Sanofi yang dipalsukan. Badan POM melakukan penelusuran ke sarana distribusi yang diduga menyalurkan produk vaksin palsu tersebut. Berdasarkan penelusuran yang dilakukan, diketahui CV AM diduga melakukan pemalsuan menggunakan alamat fiktif. Pihak Bareskrim Mabes Polri secara paralel menyelidiki kasus tersebut.
Dalam pertanyaan pers di Jakarta, pelaksana Tugas Kepala Badan POM, Tengku Bahdar Johan Hamid, mengatakan pihaknya sebenarnya telah menindaklanjuti keberadaan vaksin palsu di sarana kesehatan masyarakat sejak tahun 2008, namun tetap saja ada yang lolos.
“Dari 2008, 2013, 2014, 2015, kami sudah melakukan tindakan sesuai kewenangan kami. Tapi kalau memang masih ada, saya harus mengakui itu salah Badan POM sebagai yang bertanggung jawab atas keamanan mutu dan manfaat,” kata Bahdar, seperti dilansir dari bbc.com.
Temuan vaksin palsu saat ini adalah kejadian kriminal murni, yang pelakunya adalah oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab di lima lokasi (Subang, Jakarta, Tangerang Selatan, Bekasi, dan Semarang). Pengawasan vaksin akibat perbuatan kriminal ataupun di jalur ilegal dilakukan Badan POM bekerja sama dengan kepolisian, karena dalam pengawasan perbuatan kriminal ini diperlukan tindakan kepolisian antara lain penyitaan dan penahanan apabila diperlukan yang mana Badan POM tidak memiliki kewenangan.
Bahdar menambahkan, vaksin palsu umumnya diperoleh melalui penyalur tak resmi.
Seorang pengamat berpendapat, kabar tentang peredaran vaksin palsu ini dapat membuat masyarakat enggan melakukan vaksinasi.
Bahdar menduga, peredaran vaksin palsu di sarana pelayanan kesehatan disebabkan permintaan sebagian masyarakat akan vaksin di luar program pemerintah.
“Kalau program pemerintah yang sembilan vaksin itu gratis. Tetapi ada yang meminta tambahan, ada yang nggak mau buatan dalam negeri, kepingin impor,” katanya.
Permintaan itu disambut oleh distributor vaksin ilegal, yang biasa disebut freelance. Mereka menawarkan vaksin dengan harga murah ke sarana pelayanan kesehatan.
“Freelance itu seperti pedagang asongan. Dia datang ke tempat-tempat (sarana pelayanan kesehatan) bawa vaksin, tapi perusahaan di belakangnya nggak jelas siapa.”
Penyaluran vaksin lewat jalur tak resmilah yang selama ini luput dari pengawasan Badan POM.
Tanpa Resep Dokter
Sejumlah apotek rakyat di Pasar Pramuka, Jakarta Timur, menjual vaksin untuk bayi tanpa resep dokter dengan harga murah; walaupun tak ada jaminan bahwa vaksin tersebut asli.
Bahdar mengatakan, selama ini Badan POM hanya mengawasi sarana pelayanan kesehatan resmi yang memiliki lemari pendingin khusus untuk menyimpan vaksin.
“Kami tak pernah memeriksa vaksin di Pramuka, atau misalnya, Pasar Jatinegara, karena (apotek) itu bukan tempat vaksin. Kalau ada orang beli vaksin di situ sudah salah,” katanya. Dia berjanji Badan POM akan lebih aktif mengawasi peredaran vaksin di masa depan.
Tak cuma di apotek rakyat, vaksin palsu pun ditemukan di klinik pemerintah, menurut Direktur Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) Marius Widjajarta.
Dia mengaku, menemukan barang imitasi itu di satu puskesmas di Jakarta Pusat pada 2014.
“Ada perbedaan di kemasan dan isinya. Tanggal kedaluwarsanya berbeda. Nomor bets-nya juga berbeda. Jadi sejak 2014, puskesmas pemerintah pun tercemar vaksin palsu. Bahkan di kotak kemasannya tertulis ‘milik Kementerian Kesehatan RI’,” kata Marius.
Hingga saat ini, Badan POM mencatat ada 28 sarana pelayanan kesehatan di seluruh Indonesia, yang memperoleh vaksin dari sumber tak resmi. Kebanyakan dari tempat itu ialah rumah sakit swasta, klinik, dan rumah sakit bersalin.
Sarana pelayanan kesehatan yang ketahuan memperoleh vaksin dari sumber tak resmi atau diduga palsu, akan distop sementara penyalurannya. Jika terbukti palsu, vaksin tersebut ditarik dari peredaran.
Bahdar menjamin, vaksin wajib dari kementerian kesehatan, serta vaksin impor disalurkan melalui jalur resmi aman.
Langkah yang Dilakukan Badan POM terhadap Vaksin Palsu
Sebagai langkah antisipasi terhadap kasus peredaran vaksin palsu, pada tanggal 23 Juni 2016 Badan POM, melakukan beberapa tindakan, seperti dilansir dari situs pom.go.id. Badan POM memerintahkan balai besar/balai POM di seluruh Indonesia untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
-Melakukan pemeriksaan dan penelusuran terhadap kemungkinan penyebaran vaksin palsu di daerah masing-masing.
-Apabila menemukan vaksin yang berasal bukan dari sarana distribusi resmi ataupun diduga merupakan vaksin palsu, diminta untuk melakukan pengamanan setempat hingga diperoleh konfirmasi dari hasil pengujian.
-Hingga saat ini telah diamankan sejumlah vaksin dari 28 sarana pelayanan kesehatan di 9 wilayah cakupan pengawasan Balai Besar/Balai POM, yaitu Pekanbaru, Serang, Bandung, Yogyakarta, Denpasar, Mataram, Palu, Surabaya, dan Batam.
-Pengawasan hingga saat ini masih terus berlanjut di 32 provinsi di Indonesia sesuai dengan wilayah cakupan pengawasan Balai Besar/Balai POM.
-Memerintahkan kepada sarana produksi dan distribusi untuk melakukan evaluasi terhadap sistem pendistribusian dan sumber produk yang disalurkannya.
-Meminta kepada pihak sarana pelayanan kesehatan untuk memerhatikan sumber pengadaan produk vaksin termasuk sediaan farmasi lain dan menghindari pengadaan dari sumber yang tidak resmi (freelance).
-Membentuk tim terpadu yang terdiri atas Badan POM dan 3 perusahaan farmasi di Indonesia yaitu PT Biofarma (Persero), Glaxo Smith Kline, dan PT Sanofi-Aventis Indonesia, untuk mengidentifikasi keaslian produk vaksin di lapangan yang diduga palsu.
-Melakukan koordinasi secara aktif dengan pihak Bareskrim Mabes Polri, untuk menindaklanjuti hasil temuan. Badan POM juga menyiapkan tenaga ahli dan sarana pengujian di laboratorium Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN), untuk memfasilitasi pengujian terhadap temuan vaksin palsu.
-Melakukan koordinasi secara aktif, dengan Kementerian Kesehatan RI untuk meminimalisasi dampak dari penyebaran dan peredaran vaksin palsu tersebut.
-Keterangan lebih lanjut dapat diperoleh dengan menghubungi Contact Center HALO BPOM di nomor telepon 1-500-533 (pulsa lokal), SMS 0-8121-9999-533, e-mail halobpom@pom.go.id, atau Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia.
Editor : Sotyati
Daftar Pemenang The Best FIFA 2024
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Malam penganugerahan The Best FIFA Football Awards 2024 telah rampung dig...