BPS: Perbedaan Data Pangan karena Gunakan Survei Ubinan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suryamin, menjelaskan perbedaan data pangan antara Kementerian Pertanian (Kementan) dengan BPS yang dinilai oleh Wakil Presiden, Jusuf Kalla sebagai data yang susah dipertanggungjawabkan .
Menurut Suryamin, Kementan melakukan pengukuran luas panen melalui pandangan mata (Eye Estimate) yang diduga terlalu tinggi (overestimate). Sedangkan, BPS melakukan pengukuran produktivitas melalui survei ubinan.
“Luas panen yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian ya eye estimate itu (pandangan mata) tapi pada tataran yang di daerah yang namanya KCD (Kantor Cabang Dinas). Kalau dulu mantri Tani pada level kecamatan. Ya mungkin bisa jadi overestimate,” kata Suryamin di kantor BPS, Jakarta, hari Rabu (25/11).
“Nah BPS kan tidak melakukan itu. Tahun ini kita melakukan itu. Akhir tahun kita akan lihat nanti ada tiga yang sedang kita lakukan – karena tidak bisa mengoreksi langsung tidak punya dasar. Kalau BPS harus ada dasarnya,” kata dia menambahkan.
Menurut BPS, survei ubinan menggunakan pengukuran lahan siap panen dengan menggunakan alat ubinan berukuran 2,5 meter x 2,5 meter. Hasilnya diekstrapolasi untuk estimasi produktivitas per hektar.
“Frekuensi pengumpulan data setiap caturwulan atau subround. Petugas pengumpul data adalah Koordinator Statistik Kecamatan (KSK) dan KCD. Dalam prakteknya, 50 persen sampel diukur oleh KSK dan 50 persen sisanya diukur KCD,” kata BPS.
Sebelumnya, Jusuf Kalla mengatakan data BPS tidak bisa dipertanggung jawabkan. Oleh karena itu, kata dia, impor beras dilakukan demi rakyat, bukan demi hanya satu orang untuk menjaga citra. “Demi menjaga jangan harga beras naik. Karena data BPS itu susah dipertanggungjawabkan,” kata Wapres, hari Rabu (11/11).
Editor : Bayu Probo
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...