Brasil: Aksi Digelar Mendukung Kebebasan Beragama Ketika Kasus Intoleransi Meningkat
RIO DE JANEIRO, SATUHARAPAN.COM-Para praktisi dari berbagai tradisi agama berbaris di Pantai Copacabana yang ikonik di Rio de Janeiro pada hari Minggu (15/9) untuk mendukung kebebasan beragama di Brasil, tempat kasus intoleransi meningkat dua kali lipat selama enam tahun terakhir.
Ratusan pria, wanita, dan anak-anak dari lebih dari selusin agama berpartisipasi dalam acara tersebut, yang dikenal sebagai Pawai Pembelaan Kebebasan Beragama. Banyak dari peserta adalah praktisi agama Afro-Brasil yang baru-baru ini menghadapi serangan dari anggota kelompok Kristen. Menteri Hak Asasi Manusia Brasil yang baru diangkat, Macaé Evaristo, juga bergabung dalam pawai tersebut, yang diadakan selama 17 tahun berturut-turut.
“Tantangan besar saat ini di negara kita adalah mengurangi ketimpangan,” kata Evaristo kepada kantor berita milik pemerintah Agencia Brasil. “Jadi bagi saya sangat penting untuk hadir dalam pawai ini, karena orang-orang di sini juga berjuang untuk banyak hal seperti pekerjaan yang layak dan kehidupan yang bebas dari kelaparan.”
Di negara bagian Rio de Janeiro, yang merupakan rumah bagi seperempat dari praktisi agama Afro-Brasil, telah terjadi perkembangbiakan Kristen evangelis, khususnya gereja-gereja neo-Pentakosta yang didirikan sejak 1970 yang berfokus pada penyebaran iman mereka di antara orang-orang yang tidak percaya.
Para ahli mengatakan bahwa sementara sebagian besar proselitisme neo-Pentakosta berlangsung damai, penyebaran iman tersebut telah disertai dengan lonjakan intoleransi terhadap agama-agama tradisional yang dipengaruhi Afrika, mulai dari pelecehan verbal dan diskriminasi hingga penghancuran kuil dan pengusiran paksa dari lingkungan sekitar.
“Segala sesuatu yang berasal dari orang kulit hitam, segala sesuatu yang berasal dari orang-orang asal Afrika direndahkan nilainya; jika kita tidak teguh dalam iman kita, kita akan kehilangan kekuatan,” kata Vania Vieira, seorang praktisi agama Afro-Brasil Candomblé. “Perjalanan ini untuk menunjukkan bahwa kita berdiri teguh, bahwa kita akan bertahan hidup.”
Meskipun konstitusi Brasil melindungi kebebasan menjalankan agama, kasus-kasus tidak hormat dan serangan, terutama terhadap kelompok-kelompok asal Afrika, semakin sering terjadi.
Antara tahun 2018 dan 2023, layanan pengaduan pemerintah Brasil mencatat peningkatan sebesar 140% dalam jumlah pengaduan intoleransi agama di negara tersebut. Di Brasil, mereka yang melakukan kejahatan intoleransi agama dapat menghadapi hukuman penjara hingga lima tahun, serta denda. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Awas Uang Palsu, Begini Cek Keasliannya
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Peredaran uang palsu masih marak menjadi masalah yang cukup meresahkan da...