Budayawan: Pembangunan di Indonesia Alami Defisit Kelembapan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Budayawan, Radhar Panca Dahana, menilai pembangunan yang terjadi belakangan ini di Indonesia mengalami semacam defisit kelembapan. Hal itu terjadi karena tidak adanya fundamen kebudayaan.
"Terlalu kering kalau pembangunan itu hanya diisi oleh pencapaian-pencapaian atau ambisi yang bersifat material," kata Radhar saat santap siang bersama Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, di Istana Merdeka, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, hari Selasa (22/12).
Menurut dia, penilaian itu merupakan hasil kesepakatan para para cendekiawan dan budayawan dengan Presiden Jokowi, setelah orang nomor satu di Republik Indonesia tersebut mengatakan budayawan diperlukan agar kebijakan tidak kering. Seperti, ekonomi itu tidak menjadi kering, membangun waduk, jalan, dan sebagainya ada nilai-nilai kebudayaan dan spiritualnya.
Untuk itu, kata Radhar, mulai hari ini diupayakan agar pembangunan dilandasi oleh pemahaman yang komprehensif dan hal-hal yang sangat penting dalam kebudayaan. "Yaitu norma, nilai-nilai, moralitas, etika dan lain-lain," ucapnya.
Menurut Radhar, cendekiawan dan budayawan memahami bahwa mengubah cara pembangunan yang telah dilakukan selama ini tidak akan mudah, bahkan tidak mustahil mendapatkan perlawanan resistensi-resistensi dari pihak tertentu.
Oleh karena itu, dia melanjutkan, para cendikiawan dan budayawan siap untuk mendukung Presiden Jokowi dengan kapasitas dan kemampuan yang dimiliki bersama. Radhar pun mengajak melakukan perubahan mulai dari cara hidup, bernegara, hingga menjalankan pembangunan yang diselenggarakan.
“Mulailah satu perubahaan baru dalam cara kita hidup, bernegara, menjalankan pembangunan yang selama ini kita selenggarakan," ucap Radhar.
Akhir-akhir ini, Presiden Jokowi kerap bersantap siang dengan berbagai komunitas, mulai dari pengemudi ojek, pengemudi angkutan umum, penjual beras, blogger, guru, rektor perguruan tinggi, hingga komedian. Tujuan Presiden Jokowi ingin mendengarkan langsung masukan dari masyarakat, baik dari mereka sendiri sebagai bagian dari masyarakat, maupun keluhan yang didengar para komunitas tersebut dari masyarakat.
Cendekiawan dan budayawan yang hadir itu diantaranya, Radhar Panca Dahana, Franz Magnis-Suseno, Nungky Kusumastuti, Yockie Suryoprayogo, Butet Kartarejasa, Mohammad Sobary, Tamrin Amal Tomagola, Haidar Bagir, Nasirun, Tisna Sanjaya, Putu Supadma, Suhadi Senjaya dan Sys NS.
Sementara itu, untuk mewujudkan pembangunan yang tidak kering, Presiden berharap ada pertemuan rutin antara cendekiawan dan budayawan dengan menteri atau kepala lembaga negara.
"Pertemuannya bisa dua bulan sekali, yang penting ada masukan kepada menteri-menteri," kata Presiden.
Editor : Eben E. Siadari
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...