Bukan Formalisme
SATUHARAPAN.COM Hukum makin melemah daya cengkramnya di masa reformasi ini. Juga di kalangan aparat hukum itu sendiri. Banyak contohnya. Tak heran, banyak orang mengucapkan dan mengamini adagium ini: hukum dibuat untuk dilanggar.
Pada zaman Yesus sebaliknya. Di masa itu orang Yahudi, khususnya orang Farisi dan ahli Taurat, sangat getol dengan hukum. Namun, persoalan yang dikritik Yesus ialah mereka menjalani hukum sekadar legalitas formal. Mereka menaati hukum hanya dengan satu niat: agar tidak dihukum. Sehingga mereka sudah nyaman bila tidak melanggar hukum. Dan hanya sampai di situ.
Yesus berbeda. Bagi Dia, dasar segala keinginan untuk melaksanakan hukum Tuhan bukanlah karena perintah itu sendiri, tetapi keinginan untuk mengasihi Allah. Dasar menaati perintah itu bukan agar tidak dihukum, tetapi karena mengasihi Allah.
Karena itu, Yesus membenci segala hal yang berbau formalisme. Jika hanya berdasarkan formalisme, maka orang sudah merasa puas jika dia tidak melakukan pembunuhan.
Yesus menerobos lebih dalam. Tetapi sekarang Aku berkata kepadamu, barangsiapa marah (beberapa naskah kuno: barangsiapa marah tanpa sebab) kepada orang lain, akan diadili; dan barangsiapa memaki orang lain, akan diadili di hadapan Mahkamah Agama. Dan barangsiapa mengatakan kepada orang lain, Tolol, patut dibuang ke dalam api neraka. (Mat. 5:22, BIMK). Mengapa? Semua tindakan tadi sejatinya merupakan penghinaan terhadap harkat orang lain. Dan itu sama halnya dengan menghina Sang Pencipta.
Selanjutnya, Yesus melangkah lebih jauh, Kalau salah seorang di antara kalian sedang mempersembahkan pemberiannya kepada Allah, lalu teringat bahwa ada orang yang sakit hati terhadapnya, hendaklah ia meninggalkan dahulu persembahannya itu di depan mezbah, lalu pergi berdamai dengan orang itu. Sesudah itu, dapatlah ia kembali dan mempersembahkan pemberiannya kepada Allah. (Mat. 5:23-24, BIMK).
Dengan kata lain, jika ada orang yang sakit hati karena kita, maka kita harus berdamai dengan orang tersebut sebelum mengaturkan persembahan kepada Allah. Ini membutuhkan kepekaan moral tinggi.
Dan hanya dengan itulah, orang lain dapat melihat bahwa kita sungguh-sungguh bangunan Allah (1Kor. 3:9), yaitu ketika kita dapat hidup seturut dengan standar yang ditetapkan Allah sendiri dalam kasih-Nya!
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...