Bukan Pertama Kali, Ini Kisah Dualisme DPR Tahun 2004
SATUHARAPAN.COM – Dualisme kepemimpinan di DPR seperti yang tengah terjadi antara Koalisi Indonesia Hebat dan Koalisi Merah Putih bukan hal baru di Indonesia. Sepuluh tahun silam, tepatnya di tahun 2004, peristiwa serupa pernah terjadi saat dua kubu yang menyebut dirinya Koalisi Kebangsaan dan Koalisi Kerakyatan saling berebut kekuasaan pemimpin DPR.
Koalisi Kebangsaan beranggotakan lima fraksi di DPR, yakni Fraksi Partai Golkar, Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi PKB, Fraksi Partai Bintang Reformasi (PBR), dan Fraksi Partai Damai Sejahtera, sementara Koalisi Kerakyatan yang merupakan kumpulan partai politik pendukung Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla diisi oleh enam fraksi di DPR, yakni Fraksi Partai Demokrat, Fraksi PKS, Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi, Fraksi Partai PPP, serta Fraksi PAN.
Pemilihan Ketua DPR
Koalisi Kebangsaan memenuhi ambisinya untuk menguasai kursi pemimpin DPR. Melalui voting yang berakhir Sabtu (2/10/2004) dini hari, Agung Laksono (Fraksi Partai Golkar) terpilih sebagai Ketua DPR 2004-2009. Ia didampingi Wakil Ketua DPR Soetardjo Soerjogoeritno (Fraksi PDI Perjuangan), Muhaimin Iskandar (Fraksi PKB), dan Zaenal Ma'arif (Fraksi PBR).
Saat itu, perjuangan Koalisi Kebangsaan untuk menguasai pemimpin DPR tidak mudah, setelah Fraksi PPP Jumat (1/10/2004) dini hari memutuskan "meninggalkan" Koalisi Kebangsaan dan mengajukan kadernya Endin AJ Soefihara sebagai calon Ketua DPR.
Paket B, yakni Endin AJ Soefihara bersama EE Mangindaan (Partai Demokrat), Ahmad Farhan Hamid (Fraksi PAN), dan Ali Masykur Musa (Fraksi PKB) diusulkan Fraksi Partai PPP, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi PAN, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi. Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi terdiri dari Partai Bulan Bintang, Partai Persatuan Demokrasi dan Kebangsaan, Partai Pelopor, Partai Penegak Demokrasi Indonesia, dan PNI Marhaenisme.
Dalam pemungutan suara yang dipimpin pemimpin sementara DPR Agung Laksono dan Yakobus Kamarlo Mayangpadang (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan/PDI-P), "Paket A" Agung Laksono mendapat 280 suara, sedangkan "Paket B" Endin meraih 257. Empat suara abstain dan enam suara dinyatakan tidak sah. Total suara 547. Saksi penghitungan suara adalah Marisa Haque dan Angelina Sondakh. Beberapa kali saksi sempat berdebat soal keabsahan surat suara. Ketegangan terasa karena adanya perbedaan perolehan suara yang sempat tipis dan ketat.
Pemilihan Ketua DPR 2004-2009 itu begitu dinamis. PPP yang sebelumnya bernaung di dalam Koalisi Kebangsaan akhirnya memilih mengajukan kadernya Endin Soefihara sebagai ketua DPR. Menyeberangnya PPP ke kubu Koalisi Kerakyatan mengurangi kekuatan Koalisi Kebangsaan, yang dalam pembahasan Tata Tertib (Tatib) DPR sebelumnya kompak.
Pemilihan Ketua MPR
Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Dr Muhammad Hidayat Nurwahid MA akhirnya terpilih sebagai Ketua MPR periode 2004-2004, setelah menang tipis dalam pemungutan suara (voting). Dalam penghitungan suara, Hidayat Nurwahid menang dengan 326 suara, dan pesaing ketatnya adalah Sutjipto (dari PDI Perjuangan) dengan perolehan 324 suara.
Rapat paripurna V MPR RI yang dipimpin oleh Ketua Sementara DPR RI Agung Laksono dan Ketua DPD Ginandjar Kartasasmita, Rabu (6/10) dengan acara pemilihan ketua MPR, dihadiri 673 anggota dari 675 anggota Majelis. Dengan kemenangannya itu, Hidayat Nurwahid langsung diambil sumpah oleh Ketua Mahkamah Agung Prof Bagir Manan SH.
Hasil penghitungan suara pemilihan pemimpin MPR tersebut, untuk calon Paket A yang diusung oleh Koalisi Kebangsaan menempatkan nama-nama Sutjipto sebagai calon ketua MPR, Theo L Sambuaga, Sarwono Kusumaatmadja, dan Aida Zulaika Ismeth sebagai wakil ketua. Kemudian Paket B merupakan calon yang diusung Koalisi Kerakyatan yang menempatkan Hidayat Nurwahid sebagai calon ketua MPR, serta AM Fatwa, HM Aksan Mahmud, dan Moeryati Soedibyo sebagai wakil ketua.
Saat pembacaan hasil pemungutan suara yang disaksikan 10 saksi dari seluruh perwakilan fraksi, dan kelompok DPD, semula Paket A unggul dibandingkan dengan Paket B. Bahkan, hingga angka mencapai 160, Paket A masih terus melejit. Baru pada hitungan 212, Paket B mulai mengejar bahkan berbalik menjadi unggul.
Kegembiraan pendukung Paket B pecah, dan langsung memberikan selamat pada Hidayat Nurwahid dan tiga wakilnya begitu mengetahui menang.
Tatib DPR
Perseteruan dua kubu kembali terlihat pada Kamis (28/10/2004) dalam Rapat Paripurna DPR yang hanya dihadiri oleh fraksi dari Koalisi Kebangsaan. Paripurna tersebut memutuskan untuk meniadakan syarat kehadiran lebih dari setengah jumlah fraksi untuk terpenuhinya kuorum dalam Tata Tertib (Tatib) DPR. Dengan Tatib DPR baru tersebut, maka ketidakhadiran lima fraksi lainnya tidak mempengaruhi syarat kuorum. Rapat yang berlangsung di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, dari pukul 10.40 WIB sampai 11.50 WIB ini dipimpin Wakil Ketua DPR Soetardjo Soerjogoeritno.
Jumlah anggota dewan yang hadir dalam rapat itu pun tidak dibacakan, karena rapat itu merupakan kelanjutan dari rapat paripurna pada Rabu (27/10/2004). Menurut daftar kehadiran pada rapat paripurna sebelumnya, jumlah anggota dewan yang hadir adalah 309 dari 547 jumlah keseluruhan anggota DPR. Menurut Soetardjo, setelah paripurna pimpinan dewan akan bertemu lima fraksi yang tidak hadir. Pemimpin kelima fraksi akan diminta untuk menyampaikan susunan anggota fraksi sebab pada pukul 13.00 WIB akan digelar pemilihan pemimpin komisi di masing-masing komisi.
Sempat Mencair
Ketegangan dari dua koalisi tersebut sebenarnya sempat mencari, setelah lima fraksi dari Koalisi Kerakyatan menerima mekanisme pemilihan pemimpin komisi dan alat kelengkapan dewan (AKD) diserahkan pada anggota komisi masing-masing. Mencairnya sikap Koalisi Kerakyatan setelah pemimpin DPR memfasilitasi pertemuan dengan seluruh pimpinan fraksi.
“Semua sepakat untuk tidak melihat yang lalu-lalu, tetapi bagaimana bersama-sama melihat ke depan,” ujar Ketua DPR Agung Laksono ketika itu.
Juru bicara dari fraksi Koalisi Kerakyatan Ahmad Farhan Hamid mengatakan ke depan mereka hanya akan berpikir kebersamaan yang lebih besar. “Kita tidak lagi bicara perbedaan,” tutur dia.
Bentuk dari kerbersamaan tersebut, disepakti agar kegiatan pemilihan ketua komisi yang rencananya diadakan siang hari dihentikan. Selanjutnya, mereka akan mengadakan rapat konsultasi kembali. “Kesepakatan pemilihan komisi akan dilakukan usai salat Jumat, setelah itu kami menyerahkan daftar nama anggota untuk tiap-tiap komisi,” kata Farhan.
Kembali Memanas
Sayang, upaya mencairkan ketegangan tersebut musnah setelah lima fraksi Koalisi Kebangsaan tetap mengadakan pemilihan pemimpin komisi siang itu juga. Menanggapi sikap ''tidak peduli'' Koalisi Kebangsaan tersebut, anggota Fraksi Persatuan Pembangunan Lukman Hakim Syaifuddin mengatakan fraksinya bersama Koalisi Kerakyatan akan menolak apa pun hasil keputusan rapat paripurna yang dinilai ilegal. ''Fraksi Persatuan Pembangunan bersikap tidak setujua dan menilai mereka telah melanggar tatib. Karena itu, keputusan yang telah diambil batal demi hukum,'' kata dia.
Fraksinya juga menyayangkan sikap terburu-buru fraksi Koalisi Kebangsaan yang menolak upaya Koalisi Kerakyatan untuk berembuk kembali. Bahkan, pihaknya menyayangkan sikap pemimpin DPR yang bersedia menjadi fasilitator dan meredam perbedaan yang ada, tetapi justru menjembatani pemilihan pimpinan komisi hari itu juga.
Ke depan, ia menilai pemerintah tampaknya juga tidak akan hadir bila AKD dinilai belum sah. Jika demikian adanya, lanjut dia, yang akan terjadi adalah sengketa antarlembaga negara - antara DPR dan pemerintah. ''Jika itu terjadi maka yang dapat menyelesaikannya adalah keputusan Mahkamah Konstitusi. Menurut saya arahnya akan ke sana,'' ucap sosok yang menjadi Menteri Agama 2014-2019 saat itu.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...