Buntut Perempuan Iran Tewas Terkait Jilbab, Protes Digelar di Sejumlah Kota
TEHERAN, SATUHARAPAN.COM-Seorang anggota parlemen Iran membuat sikap yang langka pada hari Selasa (20/9) dengan mengkritik “polisi moral” yang kontroversial, menyusul protes atas kematian seorang perempuan muda yang mereka tangkap, media setempat melaporkan.
Kemarahan publik telah meningkat sejak pihak berwenang pada hari Jumat (16/9) mengumumkan kematian Mahsa Amini, menyusul penangkapannya oleh unit polisi yang bertanggung jawab untuk menegakkan aturan berpakaian ketat Iran untuk perempuan, termasuk mengenakan jilbab di depan umum.
Perempuan usia 22 tahun itu meninggal di rumah sakit setelah tiga hari koma. Kematiannya terjadi di tengah kontroversi yang berkembang baik di dalam maupun di luar Iran atas perilaku polisi moral, yang secara resmi dikenal sebagai Gasht-e Irsyad, atau “patroli pembimbing.”
Jalal Rashidi Koochi, seorang anggota parlemen, mengatakan kepada kantor berita ISNA bahwa “Gasht-e Irsyad” salah karena tidak menghasilkan apa-apa kecuali kerugian dan kerusakan bagi negara,” menambahkan bahwa “masalah utamanya adalah bahwa beberapa orang menolak menerima keputusan itu."
Koochi mempertanyakan apakah kebijakan saat ini untuk menegakkan peraturan pakaian yang melanggar itu efektif. "Apakah orang-orang yang dibawa ke kelas penjelasan ini oleh patroli pimbingan menjadi sadar dan bertobat ketika mereka keluar?" Koochi mengatakan, ISNA melaporkan.
Pada hari Minggu, polisi melakukan penangkapan dan menembakkan gas air mata di provinsi asal perempuan yang tewas di Kurdistan, di mana sekitar 500 orang melakukan protes, beberapa menghancurkan jendela mobil dan membakar tempat sampah, kata laporan.
Pada hari Senin, demonstrasi diadakan di Teheran, termasuk di beberapa universitas, dan kota kedua Mashhad, menurut kantor berita Fars dan Tasnim.
Para pengunjuk rasa di Teheran dibubarkan oleh "polisi menggunakan pentungan dan gas air mata," menurut kantor berita Fars. “Beberapa ratus orang meneriakkan slogan-slogan menentang pihak berwenang, beberapa dari mereka melepas jilbab mereka.” tambah Fars.
Gubernur Teheran, Mohsen Mansouri, pada hari Selasa (20/9) mengatakan protes di ibu kota "sepenuhnya diatur dengan agenda untuk menciptakan kerusuhan," dalam sebuah posting di Twitter. “Membakar bendera, menyiram bahan bakar di jalan, melemparkan batu, menyerang polisi, membakar sepeda motor dan tong sampah, merusak fasilitas umum, bukanlah pekerjaan orang biasa,” katanya.
Kantor berita negara IRNA melaporkan protes pada hari Senin di provinsi lain di negara itu termasuk Kermanshah di barat, Gilan di utara, Razavi Khorasan di timur laut dan Yazd di tengah. (AFP)
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...