Burundi Harus Izinkan Penyidik PBB Masuk, Cegah Genosida
JENEWA, SATUHARAPAN.COM - Penasihat Khusus Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk Pencegahan Genosida, Adama Dieng, meminta Pemerintah Burundi untuk memungkinkan tim independen untuk melakukan penyelidikan serius mengenai pihak luar Burundi yang terlibat dalam dugaan kekejaman di negara yang terletak di bagian tengah benua Afrika itu.
"Kecuali akuntabilitas juga ditujukan sebagai cara yang serius untuk membawa berakhir apa yang terjadi, kita tidak akan melihat akhir dari terowongan dan kita akan melihat solusi rapuh," kata Dieng dalam sebuah wawancara di Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia, di Jenewa, hari Kamis (24/12).
Dieng menyebut bila ada pihak luar maka itu adalah hal yang tidak dapat dibernarkan lagi.
Burundi telah berada di tengah-tengah krisis politik sejak Presiden Pierre Nkurunziza memutuskan untuk mencalonkan diri untuk masa jabatan ketiga awal tahun ini.
Catatan Organisasi PBB yang mengurusi Hak Asasi Manusia (OHCHR) menyebut sejak Nkurunziza menjabat untuk kali ketiga sedikitnya 400 orang telah tewas, dengan korban kemungkinan jauh lebih tinggi, dan 220.000 telah melarikan diri ke banyak negara lain ke sesama negara Afrika.
Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia Zeid Ra'ad Al Hussein telah mendesak masyarakat internasional untuk mengambil tindakan yang kuat, dan menentukan karena tindakan tegas diperlukan, menurut Al Hussein, guna mencegah perang sipil di Burundi.
“Kemungkinan bisa mengarah ke pembantaian etnis dan konsekuensi mengkhawatirkan lainnya,” kata Al Hussein.
Dieng menyebut saat ini PBB membutuhkan penyelidikan investigatif dan mendalam tentang kejahatan yang dilakukan pemerintahan yang berkuasa di Burundi, dan membawa para pelaku kejahatan ke mahkamah kejahatan internasional.
“Kami akan menjamin tim investigasi tidak akan pergi sebelum ada hasil yang jelas, dan untuk itulah mengapa Pemerintah Burundi harus mengizinkan tim investigasi independen untuk datang ke Burundi dan melihat ke dalam kekejaman ini,” kata Dieng.
Beberapa hari lalu, Dewan Gereja Dunia (The World Council of Churches/WCC) dan Konferensi Seluruh Gereja Afrika (All Africa Conference of Churches/AACC) bersama-sama mengungkapkan keprihatinan bagi masyarakat Burundi dalam situasi ketegangan ekstrem dan meningkatnya pelanggaran HAM.
Dalam pernyataan dua organisasi kegerejaan tersebut, berpendapat bahwa krisis politik di Burundi mengarah ke kekerasan dalam skala besar, pembunuhan, dan penindasan.
“Kami menyerukan kepada para pemimpin dalam pemerintah dan politik Burundi untuk mengubah jalan kekerasan ke jalan damai,” bunyi pernyataan bersama tersebut.
Kekerasan di Burundi mendapat sorotan Dewan Keamanan (DK) PBB, dan pada Sabtu (19/12) DK PBB menyampaikan keprihatinan mendalam mengenai peningkatan kerusuhan di Burundi, dan bertambahnya kasus pelecehan serta pelanggaran hak asasi manusia. (un.org/ oikoumene.org/ xinhuanet.com).
Ikuti berita kami di Facebook
Editor : Bayu Probo
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...