Buya Maarif: Ada Upaya Ganti Pancasila, Rakyat Jangan Diam
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Tokoh Muhammadiyah, Buya A. Syafii Maarif mengatakan negara tidak boleh kalah terhadap teologi maut yang memonopoli kebenaran dan kelompok sempalan yang ingin mengganti Pancasila sebagai dasar negara.
Pendiri Maarif Institute itu mengatakan kalangan yang ingin mengubah Pancasila itu bersuara lantang karena yang mayoritas diam.
"Jujur tidak kita bela bangsa ini? Sungguhkah? Itu harus datang dari hati dan akal sehat. Jangan pakai topenglah. Topeng-topeng itu sekarang di mana-mana dan merusak," kata dia, ketika menjadi pembicara kunci pada Seminar dan Lokakarya bertajuk Indonesia di Persimpangan: Negara Pancasila vs Negara Agama, 8 April 2017 di Jakarta.
Seminar ini digelar oleh Indonesian Conference of Religion and Peace (ICRP) dan Institute for Interfaith Dialogue (Iterfidei) bekerjasama dengan Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika (ANBTI), Maarif Institute, Komnas HAM, Jaringan Antar Iman Indonesia (JAII), Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) dan Yayasan Cahaya Guru (YCG).
Di bagian lain ceramahnya, Buya Maarif mengatakan sejak merdeka, Pancasila sebagai dasar negara tidak pernah berubah. Namun di sisi lain, kesenjangan sosial dan ekonomi semakin tajam.
"Pancasila, di atas ada Ketuhanan yang maha Esa, di bawah ada keadilan sosial. Tapi itu masih menggantung, rakyat bergumul dengan kemiskinan dan narkoba," tutur dia.
"Ada misleading fanatisme. Karena kesenjangan begitu tajam, maka seperti ISIS, pengikutnya ada di sini. BNPT membina lebih dari 1000 mantan kombatan. Tapi tidak efektif selama nilai-nilai Pancasila di bawah tidak turun ke bumi," kata dia.
Ia mengatakan dirinya lelah bagaimana Indonesia sebagai negara yang besar, terpecah dan saling menghujat.
"Suriah, Irak, Mesir, sudah hancur. Kita boleh menyalahkan Barat, tapi juga harus tahu bahwa itu bisa masuk karena kita rapuh."
"Teologi maut, berani mati karena tidak berani hidup, memonopoli kebenaran bahwa di luar kami haram.... Negara tidak boleh kalah," tutur dia.
Menurut dia, kalangan mayoritas yang masih menginginkan Pancasila tidak boleh diam. "Kita masih jauh dari Suriah, tetapi harus hati-hati karena yang bertarung di sana juga banyak orang Indonesia penganut teologi maut," kata dia.
Editor : Eben E. Siadari
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...