Byfuglien Belajar Hormati Perbedaan Isu Kontroversial
TRONDHEIM, SATUHARAPAN.COM – Uskup perempuan pertama Gereja Norwegia, Helga Haugland Byfuglien, mengatakan dia gembira karena setiap kali menghadapi isu kontroversial yang berkaitan dengan gereja dia mempelajari sebuah isu dengan penuh hikmat.
Apalagi untuk isu yang kontroversial, seperti isu pernikahan pasangan sesama jenis, Byfuglien yang mendukung orang-orang yang menjalankan prinsip tersebut, namun di sisi lain dia menghormati sudut pandang rekan-rekannya yang menolak paham tersebut.
Dalam salah satu sesi pertemuan Komite Sentral di Trondheim, Norwegia, hari Minggu (26/6) dia menceritakan pengalamannya saat dahulu menjabat Sekretaris Jenderal Asosiasi Pemuda Pemudi Kristen (YWCA/YMCA) Norwegia.
Dia menjelaskan perbedaan dalam adu argumentasi sudah dia pelajari sejak dahulu, apalagi isu pernikahan sesama jenis sudah lama ada.
“Saya belajar tentang kepemimpinan, tentang bekerja dengan tim rekan bukan sebagai individu,” kata Byfuglien.
Dia menjelaskan bahwa keluarga dan gereja adalah dua pilar penting dalam hidupnya, karena kedua hal tersebut melatih dia untuk dewasa.
Sebagai pemimpin gereja dewasa dia belajar pentingnya berbicara dan memiliki karakter yang kuat di publik. Dalam perannya sebagai ketua uskup dari Gereja Norwegia, saat ini dia merasa media banyak menyorot mengenai masalah yang berhubungan dengan kepentingan umum.
Byfuglien mengaku tidak mudah untuk berbicara tentang isu-isu yang berpotensi memecah belah gereja dan masyarakat.
“Iman saya didasarkan pada keyakinan bahwa saya tidak sendirian. Saya percaya Tuhan tahu kesedihan, rasa sakit, dosa dan kegagalan saya,” kata dia.
Byfuglien menambahkan dalam kondisi kesedihan karena banyaknya pendapat yang berbeda di tengah masyarakat namun dia percaya Tuhan tidak berpaling, dan kuasa Tuhan tetap memberi penerangan.
Pengalaman semasa muda di YWCA/YMCA Norwegia dia gunakan dalam pengalaman gerejawi di skala internasional, saat dia menjabat Wakil Presiden Federasi Lutheran Dunia untuk Daerah Nordic, dan hadir di Sidang Ekumenis Dewan Gereja Dunia 2013 di Busan, Korea Selatan.
Dia sedikit menceritakan pengalamannya kala itu yakni dia bertemu banyak orang Kristen dari berbagai penjuru dunia yang hidup dalam konteks hidup yang berbeda dengan dia, dan latar belakang negara dan bangsa yang tidak sama dengan Eropa. “Walau berbeda, namun kami terbiasa menyanyikan lagu-lagu, mendengarkan teks Alkitab,” kata Byfuglien. (oikoumene.org).
Editor : Eben E. Siadari
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...