Cara Milenial Mengasuh Anak Si Generasi Alfa
SATUHARAPAN.COM-Siapa yang lahir di tahun 1981 hingga 1996? Nah, individu yang lahir di tahun tersebut merupakan generasi milenial. Kalau kita perhatikan per tahun 2021, berarti mereka sudah memasuki usia yang matang untuk menikah atau bahkan sudah ada yang menikah karena rentang usianya 25 hingga 40 tahun.
Generasi milenial sendiri memiliki ciri khas yang unik karena hidup di era teknologi dan internet. McCrindle dalam bukunya “The ABC to XYZ: Understanding The Global Generation” (Australia: McCrindle Research Pty Ltd, 2016), menjelaskan beberapa ciri khas generasi Y terbagi dari nilai yang dianut, sikap, gaya hidup, dan kepribadian.
Pada nilai yang dianut, gen Y alias generasi milenial ini cenderung mencari kesenangan, dapat mentoleransi perbedaan, peduli pada lingkungan sosial, dan peduli pada persahabatan. Dalam hal kepribadian, percaya diri, cenderung sinis, arsertif, cenderung menuntut, dan optimis.
Selain itu, Pella DA menjabarkan dalam bukunya “All About Gen Y: Mitos, Realitas, Dan Pengelolaan Antar Generasi. (Jakarta, 2019: Aida Infitini Maksima), menyebutkan generasi Y cenderung inovasi, fokus dengan rekomendasi sebaya, cenderung eksperimental dan aktif, mengikuti keinginan jangka pendek, percaya pada keaslian dan substansi, dan menilai kecerdasan relasional. Jadi tergambarkah orangtua generasi milenial seperti apa? Apakah benar para orangtua?
Generasi Alfa
Nah sekarang kita lanjut untuk membahas generasi Alfa (Alpha)sendiri. Menurut Strauss dan Howe (McCrindle, 2016), generasi alpha yang lahir dari tahun 2010-2024 hidup di era krisis terorisme, resesi global, hingga perubahan iklim. Diklaim bahwa generasi alpha, generasi yang paling akrab dengan teknologi digital dan generasi yang diklaim paling cerdas dibandingkan generasi generasi sebelumnya (Ishak Fadlurrohim, 2019; Memahami Perkembangan Anak Generasi Alfa di Era Industri 4.0”. Focus: Jurnal Pekerjaan Sosial Vol. 2 (2), 178 – 186).
Karakteristik generasi alfa yaitu cenderung paling terdidik karena teknologi, kecerdasan lebih tinggi, cara belajar individual dan personal, media digital menjadi alat komunikasi interaksi sosial, cenderung tidak dapat diatur, cara komunikasi lebih terbuka, kurang mampu bersosialisasi mengingat sudah terbiasa dengan gadget sehingga perlu bantuan orangtua untuk melatih kemampuan tersebut, perilaku main yang “mudah” berubah, lebih memilih ebook dibandingkan buku fisik, lebih memilih yang baru daripada menyelesaikan sesuatu khususnya mainan.
Pola Asuh
Perbedaan generasi membuat kepribadian yang unik dan pola asuh yang berbeda pula antara generasi Y dengan generasi sebelum-sebelumnya. So, apa yang membuat berbeda? Kathleen Gerson dalam bukunya “The Unfinished Revolution: Coming of Age in a New Era of Gender, Work, and Family” (New York: Oxford University Press, 2010) menyebutkan, ada ciri yang sangat berbeda, di mana zaman sekarang para ibu bekerja, sehingga pengasuhan anak dipegang oleh ayah dan ibu atau pun hanya salah satu pihak.
Gerson menjelaskan ada enam perbedaan, yaitu (1) ayah milenial cenderung antusias pada pengasuhan anak, sehingga terbentuknya “co-parenting” bersama antara ayah dan ibu untuk menyeimbangkan pekerjaan serta pengasuhan anak; (2) penerapan positif parenting yang artinya cenderung fokus pada perilaku positif daripada menghukum anak; (3) nilai togetherness / kebersamaan di mana orangtua milenial lebih suka dan lebih menghargai untuk menghabiskan waktu berkualitas sebagai keluarga;
Kemudian, (4) orangtua yang “super aman”, mengingat generasi milenial melek digital mereka cenderung bertanya kepada ‘mbah’ google tentang perkembangan anak, sayangnya terkadang menjadi overwhelm infomasi untuk mereka; (5) cenderung menjadwalkan semuanya, dimana jika ada waktu luang mereka akan melibatkan penjadwalkan aktivitas bersama, seperti play date; (6) orangtua generasi milenial memahami tahun-tahun awal perkembangan anak sangatlah penting dan cepat berlalu, sehingga mereka akan melakukan yang terbaik untuk tumbuh kembang anak.
Lebih lanjut, Ashford menuliskan dalam artikel di majalah Forbes, 66% generasi milenial di Amerika sudah menabung demi masa kuliah anak-anak mereka nanti. (Ashford K: Millennials Saving More For College Than The Rest Of Us. Retrieved from www.forbes.com: https://www.forbes.com/sites/kateashford/2016/09/28/millennials-college/?sh=74d4269a357d). Apakah ayah bunda sudah ikutan memikirkan tabungan untuk anak?
Nah, sekarang tips mengasuh anak generasi alfa bagi para orangtua milenial, yaitu:
- Menghabiskan waktu bersama untuk mengajarkan kemampuan sosial bersama orang tua atau bisa dengan melakukan play date dengan anak yang seumuran agar terlatih kemampuan sosial mereka.
- Mengajarkan sejak dini untuk bijak mengunakan teknologi dan diharapkan orang tua ikut mengawasi penggunaan gadget anak. Usahakan seimbangkan waktu main gadget dan waktu berkualitas.
- Memperhatikan tumbuh kembang anak karena setiap anak punya kemampuan yang berbeda dan fokus pada kelebihan anak
- Mengajak anak untuk mengasa kemampuan critical thinking and problem solving, communication and collaboration.
- Mengurangi paparan gadget. Contoh membacakan dongeng dengan buku fisik bukan ebook, melakukan aktivitas fisik (berlari, berenang, melompat)
- Penanaman nilai karakter sejak sini. Seperti agama, moral, budaya dan kepribadian (kepemimpinan, kejujuran, rendah hati)
- Komunikasikan pembagian co-parenting bersama pasangan agar pengasuhan sama dan seimbang. Khususnya aturan bagi anak.
- Menerapkan aturan “menyelesaikan apa yang sudah dimulai”. Jika anak mau ganti mainan, minta mereka rapikan terlebih dahulu.***
*Penulis adalah seorang M.Psi, psikolog, aktif di “Kita Berkisah” dan “Clarity Psychology.”
Editor : Sabar Subekti
Kekerasan Sektarian di Suriah Tidak Sehebat Yang Dikhawatirk...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penggulingan Bashar al Assad telah memunculkan harapan sementara bahwa war...