Carter: Kekerasan pada Perempuan Pelanggaran HAM Terbanyak
ATLANTA, SATU HARAPAN.COM – Mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Jimmy Carter mengatakan bahwa kekerasan pada wanita merupakan pelanggaran hak azasi manusia yang paling luas dan belum terselesaikan di seluruh dunia. “Hal tersebut bertentangan dengan pengajaran setiap agama, termasuk Kristen,” ujar Carter pada forum pembela hak azasi manusia, Kamis (4/7).
Carter berbicara di forum tersebut dengan tema “Mobilisasi iman dengan perempuan” yang diselenggarakan di Carter Center, Atlanta, Georgia, Amerika Serikat 27-29 Juni lalu.
Acara tersebut dihadiri sepuluh tokoh agama, serta ktivis dan ulama yang mewakili lebih dari 15 negara dan lebih dari 35 organisasi berbasis agama, termasuk Dewan Gereja-gereja Dunia/ World Council of Churches (WCC).
Pada forum tersebut, Carter menekankan bahwa pelecehan perempuan bertentangan langsung terhadap deklarasi universal hak azasi manusia, yang hampir setiap negara di dunia memegang tanggung jawabnya sendiri.
Para pemimpin agama telah menyalahgunakan agama dalam pembacaan teks-teks dan kitab suci untuk membenarkan bahwa laki-laki lebih dominan sedangkan wanita terletak pada kedudukan bawah. “Pemahaman tersebut tidak sesuai dengan keyakinan agama,” kata Carter.
Dalam menanggapai komentar Carter, Eksekutif Program WCC untuk Perempuan dalam Program Gereja dan Masyarakat, Dr Fulata Lusungu Moyo, mengatakan, bagaimanapun perempuan telah memimpin dalam membaca kitab suci di komunitas mereka dalam meningkatkan kesadaran tentang isu-isu perempuan. Isu-isu tersebut termasuk pelanggaran hak azasi manusia dan perdagangan perempuan, serta anak perempuan.
Moyo menjelaskan bagaimana studi Alkitab secara konsektual telah digunakan untuk menjelaskan masalah perdagangan perempuan. Salah satu contohnya adalah membaca Kitab Rut yang mengajak refleksi tentang bagaimana Rut sebagai wanita diperdagangkan.
Dia menambahkan bahwa kesalahpahaman terhadap patriarkal (sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai sosok utama yang sentral dalam organisasi sosial) secara umum ,dan wanita sebagai inferior (posisi di bawah), menyebabkan mereka putus asa ketika mereka menemukan keberadaannya dalam situasi sosial dan ekonomi.
“Dalam keadaan tersebut terjadi kerentanan perempuan terhadap pemaksaan mengubah tubuh mereka menjadi komoditas perdagangan manusia dan perbudakan seksual,“ ujar Moyo.
Dalam kitab Rut, Naomi harus menggunakan Rut, seorang wanita muda, untuk mendapatkan kedaulatan property dan makanan dengan perdagangan seksual dirinya kepada Boaz, orang kaya yang jauh lebih tua dari dirinya.
Kepala Aturan Hukum, Kesetaraan dan Non-Diskriminasi, Mona Rishmawi mempertanya mengapa pemimpin agama tidak berdiri untuk membela hak-hak perempuan dengan menyatakan bahwa pelecehan perempuan dan anak perempuan adalah dosa di mata Tuhan. “Bukankah itu karena mereka keliru percaya bahwa perempuan lebih rendah daripada laki-laki?” ujar Moyo.
Dia juga berpendapat bahwa budaya dan agama tidak harus bingung, dan bahwa masing-masing harus meningkatkan martabat dan keutuhan setiap ciptaan, khususnya perempuan dan anak perempuan. (oikoumene.org)
Editor : Sabar Subekti
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...