Loading...
FOTO
Penulis: Dedy Istanto 19:56 WIB | Rabu, 23 Desember 2015

Catatan Akhir Tahun PBNU: Toleransi Beragama Rendah

Catatan Akhir Tahun PBNU: Toleransi Beragama Rendah
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj saat berpidato menyampaikan catatan akhir tahun di penghujung tahun 2015 dengan berbagai permasalahannya yang digelar di kantor PBNU Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat, Rabu (23/12). Catatan akhir tahun bertema Anak Ayam Tak Boleh Kehilangan Induknya tersebut menyoroti beberapa hal diantaranya masalah krisis kepemimpinan, instabilitas politik, intoleransi, dan kohesivitas sosial. (Foto-foto: Dedy Istanto).
Catatan Akhir Tahun PBNU: Toleransi Beragama Rendah
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj saat menyampaikan pidato catatan akhir tahun 2015 yang dihadiri oleh sejumlah perwakilan dari umat Budha, Hindu, Kristen Katolik, Protestan dan kelompok Sunda Wiwitan di kantor PBNU Jakarta Pusat.
Catatan Akhir Tahun PBNU: Toleransi Beragama Rendah
Para tamu undangan dari perwakilan umat beragama dan juga kelompok aliran saat menghadiri catatan akhir tahun PBNU di penghujung tahun 2015 yang digelar di kantor PBNU Jakarta Pusat.
Catatan Akhir Tahun PBNU: Toleransi Beragama Rendah
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj saat menyampaikan pidato catatan akhir tahun 2015 yang menyoroti tentang berbagai permasalahan salah satunya intoleransi yang masih terjadi di Indonesia.

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj meminta negara harus memberi jaminan kepada rakyat dalam masalah sosial dan toleransi beragama yang dinilai masih rendah.

Pesan moral itu disampaikah Said Aqil Siradj dalam pidato catatan akhir tahun bertema “Anak Ayam Tak Boleh Kehilangan Induknya” di kantor PBNU Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat, hari Rabu (23/12). PBNU mencermati beberapa catatan reflektif di tahun 2015 terhadap sejumlah permasalahan yang menjadi tantangan Negara Republik Indonesia (NKRI). Di antaranya, krisis kepemimpinan, instabilitas politik, melemahnya kohesivitas sosial dan toleransi dalam beragama.

Dalam masalah krisis kepemimpinan dan instabilitas politik, PBNU menilai ada delapan indikator akar masalah. Yaitu, masalah lemahnya nilai tukar rupiah, menurunnya ekspor, meningkatnya utang luar negeri, menurunnya cadangan devisa, meningkatnya inflasi, menurunnya nilai tukar petani, meningkatnya kemiskinan, dan bertambahnya angka pengangguran.

Delapan masalah itu disebut dengan krisis kepemimpinan yang menjadikan seluruh nadi kehidupan karut marut dan tidak stabil, “seperti rakyat tak ubahnya anak ayam yang kehilangan induknya”, katanya.

Karut marut tersebut ditambah lagi dengan situasi politik yang makin tidak terarah. Said mengatakan, belum lama ini kita disuguhkan dengan tayangan sinetron Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Wakil rakyat berebut kekuasaan hingga melakukan pelanggaran etika. Misalnya, kasus  Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Menurut Kyai Said, ini adalah bukti sahih bahwa elit sama sekali tidak bisa memberikan keteladanan bagi rakyat.

PBNU Serukan Islam Nusantara sebagai Landasan Islam Rahmatan Lilalamin

Catatan akhir tahun Ketua PBNU Said Aqil Siradj juga menyoroti masalah intoleransi dan juga gerakan radikalisme di Indonesia. Beberapa kasus seperti Tolikara, Aceh Singkil, dan pelarangan kelompok Syiah menjadi pekerjaan rumah bagi negara.

Said mengatakan gerakan radikalisme dan terorisme yang terlahir dari cara berfikir yang cenderung fundamentalis, kini sudah menyusup kepintu-pintu birokrasi. “Tidak usah saya sebut nama, contohnya seorang Wali Kota yang mengeluarkan surat edaran berisi larangan terhadap perayaan Asyura (Hari Raya Kaum Syiah) di kota Bogor pada Oktober lalu.

Kemudian menyikapi masalah gerakan radikalisme atau Islamic State of Iraq and Syam (ISIS), Said Aqil Siradj menegaskan, meminta kepada Pemerintah Republik Indonesia bagi siapapun warganya yang bergabung dengan ISIS dan kembali ke Indonesia agar dicoret dari kewarganegaraannya.

Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) per bulan September 2015 tercatat tidak kurang dari 500 warga negara Indonesia (WNI) berangkat ke Suriah dan bergabung dengan ISIS. Said menilai data tersebut ada kemungkinan bisa lebih dari angka yang tercatat, maka dari itu PBNU mendesak pemerintah untuk mencoret kewarganegarannya berdasarkan Undang-undang Kewarganegaraan Nomor 12 Tahun 2005.

Peristiwa pembakaran masjid di Tolikara dan gereja di Aceh Singkil merupakan bukti bahwa ada ancaman serius pada semangat toleransi di Indonesia. PBNU merasa kecewa dan menyayangkan atas peristiwa itu di saat negeri ini membutuhkan kesatuan yang kokoh dalam menghadapi era globalisasi. PBNU berharap Indonesia apapun agamanya, sukunya, partai politiknya, dan apapun alirannya harus bersatu untuk menghadapi tantangan era globalisasi.

Akhir pidato Ketua PBNU KH Said Aqil Siradj menyampaikan rasa syukur di bulan Desember tahun ini karena ada dua hari besar yaitu perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW bagi umat Islam dan perayaan hari Natal bagi seluruh umat Kristiani yang jaraknya saling berdekatan. Berkenaan dengan hal tersebut semoga kerukunan dan toleransi antar umat beragama di Indonesia semakin membaik. Akhir kata KH Said Aqil Siradj mengucapkan selamat merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW 1427 Hijriah dan selamat hari Natal kepada seluruh umat Katolik dan Protestan di Indonesia.  

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home