Loading...
INDONESIA
Penulis: Ignatius Dwiana 07:26 WIB | Kamis, 21 November 2013

CDF Indonesia: MK Perlu Banyak Pembenahan

Ketua Badan Pengurus Setara Intistute Hendardi. (Foto: Ignatius Dwiana)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Konferensi Nasional Demokrasi Konstitusional pada 18-19 November 2013 lalu di Jakarta yang diinisiasi Setara Institute untuk memotret 10 tahun kinerja Mahkamah Konstitusi (MK) bersepakat membentuk Constitusional Democracy Constitusional Forum (CDF) Indonesia.

CDF Indonesia ini merumuskan sembilan pokok pikiran dan empat rekomendasi.

Sembilan pokok pikiran itu sebagai berikut. Pertama, menyangkut kewenangan Mahkamah Konstitusi yang belum sepenuhnya menjawab kebutuhan untuk mengawal aspek konstitusional seluruh peraturan perundang-undangan. Juga penanganan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Daerah (PHPUD) harus dijalankan dengan ketat atau dialihkan dari MK.

Kedua, MK diperluas kewenangannya dalam hal memeriksa dan memutus perkara-perkara yang masuk dalam kategori pelanggaran hak konstitusional melalui mekanisme constitusional complaint.

Ketiga, memastikan aspek konstitusional pelrbagai peraturan perundang undangan dalam sistem perundang-undangan Indonesia, Konferensi ini mendorong agar kewenangan pengujian peraturan perundang-undangan diintegrasikan ke Mahkamah Konstitusi.

Keempat, mengkaji putusan-putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara PHPUD karena praktik sidang Mahkamah Konstitusi tidak disiplin dalam melakukan proses pembuktian.

Kelima, pengawasan Hakim Konstitusi menjadi hal mutlak, baik dalam bentuk pengawasan internal maupun eksternal. Kelembagaan Mahkamah Konstitusi yang tanpa pengawasan menyebabkan pelbagai potensi kejahatan yang melekat dalam proses peradilan tidak bisa dideteksi secara dini.

Keenam, mengkaji putusan-putusan Mahkamah Konstitusi, dalam perkara pengujian Undang-Undang. Problem utama Mahkamah Konstitusi adalah pada inkonsistensi penafsiran hakim Mahkamah Konstitusi.

Ketujuh, prestasi Mahkamah Konstitusi dalam pengujian Undang-Undang selama 10 tahun ini dengan nyata menunjukkan bahwa Mahkamah Konstitusi merupakan mekanisme nasional hak asasi manusia (HAM). Khususnya dalam memenuhi kewajiban negara dalam pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia yang telah menjadi hak konstitusional warga negara, termasuk keadilan agraria.

Kedelapan, pelbagai putusan MK yang dinilai mampu melindungi hak asasi manusia belum sepenuhnya melimpahkan keadilan. Hal ini disebabkan karena tidak adanya mekanisme dan pemantauan atas pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi.

Kesembilan, untuk memperkokoh Mahkamah Konstitusi sebagai mekanisme HAM, maka sejumlah terobosan perlu ditindaklanjut dengan langkah-langkah politik nyata. Seperti mendesain ulang kewenangan, menata model rekruitmen hakim, mempertegas pengawasan, memastikan mekanisme persidangan dengan standar yang pasti dan berkeadilan, dan memastikan mekanisme implementasi putusan.

Sementara empat rekomendasi yang dihasilkan sebagai berikut. Pertama, penataan kewenangan lembaga-lembaga pelaku kekuasaan kehakiman, baik Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial. Untuk jangka pendek, penataan kewenangan ini dilakukan dengan mengubah Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, Undang-Undang Komisi Yudisial, dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman. Sementara penataan kelembagaan dalam jangka panjang harus dilakukan melalui perubahan Undang-Undang Dasar 1945.

Kedua, penyelesaian perselisihan hasil pemilukada tidak secara gegabah dipindahkan kembali Mahkamah Agung. Perlu dilakukan kajian mendalam terkait kewenangan penyelesaian sengketa Pemilu Daerah dengan mengkaitkannya pada desain sistem pemilihan kepala daerah yang saat ini sedang dibahas pemerintah dan DPR.

Ketiga, pembenahan proses rekruitmen hakim konstitusi. Proses rekruitmen dilakukan KY setelah terlebih dahulu mengubah UUD 1945 atau tetap melalui Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Mahkamah Agung (MA) namun proses rekrutmen tiga lembaga itu mesti dilakukan melalui sebuah panel ahli tanpa harus mengubah UUD 1945.

Keempat, dibentuk lembaga eksternal yang bersifat permanen untuk mengawasi perilaku dan menjaga martabat dan kehormatan hakim konstitusi. Dengan sekretariat lembaga bertempat di Komisi Yudisial.

Demikian siaran pers  Setara Institute dan Constitusional Democracy Forum (CDF) Indonesia yang diterima pada hari Rabu (20/11).

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home