Cerita Pengalaman Pribadi Ketua MUI tentang Kekejaman PKI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ketua Majelis Ulama Indonesia, KH Ahmad Cholil Ridwan menceritakan pengalamannya tentang PKI dalam pidatonya di Simposium Nasional Mengamankan Pancasila dari PKI di Balai Kartini, Jakarta Selatan, hari Rabu (1/6).
Waktu itu, kata Cholil, ia tengah menjadi santri di Pondok Pesantren Modern, Gontor, di Madiun, Jawa Timur.
âªâª”Madiun adalah kampung halamannya PKI, daerah komunis dan ketika saya menjadi santri di kelas 6 akhir, Bapak Imam Sumatri guru saya sebagai ketiga pimpinan Pondok Pesantren Gontor bercerita dengan serius bahwa tahun 1948 terjadi peristiwa Madiun pemberontakan PKI di Madiun," kata Cholil dalam pidatonya di "Simposium Nasional Mengamankan Pancasila dari PKI" di Balai Kartini, Jakarta Selatan, hari Rabu (1/6).
Imam waktu itu, kenang Cholil, mengatakan bahwa Kiai Gontor, Imam Zarkasih, dan KH Muhammad Sahal di tangkap oleh PKI. Keduanya kemudian dipenjarakan di suatu rumah.
“Rumah itu sekaligus menjadi rumah jagal, untuk para kiai, para ulama dan ustaz. Setiap pagi (mereka) diabsen. Yang namanya disebut, disembelih dan dibunuh oleh PKI,” kata dia.
Di kamar eksekusi itu, ceceran darah bahkan sudah setinggi mata kaki. KH Sahal dan KH Imam Zarkasi termasuk yang ada di daftar eksekusi.
“Terutama KH Zarkasi sebab beliau adalah pimpinan pesantren Gontor. Terjadilah dialog Pak Sahal dan Zarkasi. Pak Sahal mengatakan, kalau nanti nama kamu di panggil aku yang maju, biar kamu tetap hidup memimpin pondok. Zarkasi tidak mau. (Dia berkata) ini tanggung jawab saya, saya tetap yang maju,” kata dia.
âªâªKemudian, keduanya pun terlibat perdebatan tarik menarik antara Sahal dan Zarkasi. Cholil menuturkan, obrolan keduanya tidak selesai lantaran tidak ada yang mau mengalah.
Akhirnya, ada seorang santri dari Pacitan, murid KH Sahal, yang ingin menggantikan posisi Zarkasi ketika dipanggil oleh PKI.
âªâªNamun, penyembelihan terhadap dua kiai itu urung dilakukan lantaran kedatangan prajurit dari Batalyon Siliwangi, Bandung, Jawa Barat. Para personel militer itu berjalan kaki dari kota Priangan ke Madiun. Mereka kemudian membebaskan para kiai yang sedang ditahan tersebut. Akhirnya KH Sahal dan Zarkasi kembali ke pondok pesantren dan wafat pada tahun 1970.
Cholil menilai, jika simposium ini tidak digelar, dia khawatir PKI akan bangkit dan pemerintah betul-betul akan minta maaf. Secara pribadi, dia menolak rencana pemerintah untuk minta maaf kepada PKI.
Selain itu, dia juga mengimbau kepada seluruh umat beragama di Indonesia untuk menanamkan nilai-nilai agama agar tidak terpengaruh ke dalam ideologi komunis.
“Untuk menetapkan ideologi Pancasila dan agama terhadap anak dan keluarga, pemerintah harus kembali perhatikan agama. Semua terjadi seperti darurat narkoba, kejahatan anak, dan kejahatan seksual itu karena agama, bagaimana menanamkan akidah agama terutama di tingkat SD, sampai Universitas,” kata dia.
Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...