Cermati Sebelum Membagi Informasi
SATUHARAPAN.COM - Sahassamapi ce vaca, anatthapadasamhita; ekam atthapadam seyyo, yam sutva upasammati. Daripada seribu kata yang tidak berarti, adalah lebih baik sepatah kata yang bermanfaat,yang dapat membuat si pendengar menjadi penuh damai. (Dhammapada, syair 100)
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya di bidang informatika, semakin mendorong laju informasi yang kadang-kadang menjadi tidak terkendali. Fenomena tersebut sudah tentu memiliki dampak yang baik maupun yang kurang baik.
Dampak yang baik akan diperoleh jika informasi tersebut mengandung konten yang positif dan bermanfaat bagi penggunanya. Sebaliknya akan berdampak kurang baik, jika konten informasi itu tidak benar dan disalahgunakan oleh penggunanya. Oleh karena itu, manusia sebagai pengguna teknologi informasi perlu memahami adanya komponen pokok untuk dapat menentukan positif-negatifnya implikasi informasi, yaitu: sumber dan pengguna.
Dalam kaitannya dengan dunia maya atau media sosial, kecenderungan dampak lebih diakibatkan oleh para pengguna. Mengapa ada di pengguna, karena dari para pengguna itulah penyebaran informasi dapat menjadi berbeda dari sumber aslinya. Tidak jarang para pengguna yang menyebarkan informasi itu memberikan komentar atau tambahan informasi yang bermuatan kontroversi atau provokasi yang menimbulkan rasa keingintahuan berlebih dari pengguna lainnya.
Namun kita perlu menyadari bahwa seluruh dampak buruk itu dapat diredam dengan mudah jika mampu melakukan penyaringan informasi. Karena itu setiap menerima informasi dari berbagai media sosial perlu disaring sebelum disebarkan ke pengguna media sosial lainnya. Era sekarang ini informasi atau berita yang tidak berdasar seperti itu disebut hoax.
Sebagai anggota masyarakat yang cerdas dan peduli dalam bermedia sosial, kita perlu memiliki kecermatan dan kebijaksanaan dengan berpegang pada ajaran agama untuk berbagi informasi. Dalam hal ini Guru Agung Buddha telah mengajarkan dua cara dalam melatih para siswa-Nya agar terhindar dari penyebaran informasi yang merugikan.
Pertama, jangan mudah percaya begitu saja. Ajaran ini jelas dan tegas disampaikan dalam khotbah-Nya yang berjudul Kesaputtiya Sutta atau dikenal dengan Kalama Sutta (Anguttara Nikaya 3.65). Guru Agung Buddha menasihati penduduk Kalama agar jangan mudah percaya begitu saja terhadap hal-hal yang belum diketahui oleh diri sendiri melalui penyelidikan. Hal-hal yang seharusnya tidak dipercaya begitu saja di antaranya adalah “perkataan orang” termasuk perkataan dari seseorang yang dianggap tokoh berpengaruh.
Kedua, datang dan selidiki sendiri. Guru Agung Buddha mengajak semua orang untuk melihat sendiri, mengalami sendiri apa yang terkandung dalam ajaran-Nya. Guru Agung Buddha menjelaskan bahwa Dhamma atau Kebenaran yang diajarkan-Nya adalah ajakan kepada semua orang tanpa kecuali untuk datang dan melihat, melakukan verifikasi atau pemeriksaan atau penyelidikan atas apa yang didengar untuk memperoleh bukti dan kebenaran dari apa yang didengar daripada hanya percaya begitu saja. Inilah yang kemudian dikenal dengan “ehipassiko”.
Dengan tidak mudah percaya begitu saja terhadap sebuah berita atau informasi, memberikan seseorang waktu untuk berpikir sebelum menilai, berkomentar atau membagikan informasi. Dari manapun berita atau informasi itu kita dapatkan, hendaknya tidak langsung dipercaya begitu saja. Lakukanlah penyelidikan sendiri secara sederhana hingga mendalam sesuai berat-ringannya isu atau masalah dalam pemberitaan tersebut. Buktikan oleh diri sendiri apakah berita yang didengar atau dibaca benar adanya, setengah benar atau tidak benar sama sekali, dan tentu saja cermati sebelum membagi informasi.
Selamat berbagi pengetahuan dan informasi untuk kebahagiaan dan kedamaian dalam kehidupan. Semoga semua makhluk hidup berbahagia. (Kemenag)
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...