Cinta Itu, Butakah?
SATUHARAPAN.COM – Terus terang saya sempat kucek-kucek mata membaca berita tentang seseorang yang—pernah mengatakan bahwa baginya hidup adalah Kristus—memutuskan bercerai dari istrinya. ”Tidak mungkin…,” kata salah seorang teman yang pernah mengunjunginya di penjara. ”Ya... namanya juga manusia,” sahut teman yang lain dengan bijak.
Namun sekarang, giliran teman saya yang kucek-kucek mata mengirimkan berita bahwa sang idola memutuskan akan menikah lagi dengan wanita lain. Kali ini giliran saya yang membalas, ”Kata mantan sopir saya, yang menceraikan istrinya untuk menikahi wanita lain yang 20 tahun lebih tua dari istrinya, ’Cinta itu tidak memandang usia’.”
Walaupun saya tidak mau kucek-kucek mata lagi, mau tidak mau berita itu membuat saya berpikir, apakah cinta itu memang sedemikian butanya?
Saya jadi teringat lemari buku kesayangan saya. Tampil megah dan kokoh sepanjang dinding—dengan novel-novel tersusun rapi—yang saya kumpulkan dengan menyisihkan uang jajan saat sekolah hingga kini. Dengan menggunakan tangga rak, buku-buku lawas saya letakkan di rak paling atas. Dan yang lebih baru di rak bawah.
Kesibukan saya belakangan ini membuat saya tidak pernah membuka rak atas yang berisi novel-novel lawas, tetapi saya melihatnya dari balik pintu kaca rak bahwa semua tampak baik, dengan urutan yang sama.
Sampai satu hari, ketika saya mengambil salah satu buku tersebut, ternyata buku-buku itu rapuh dimakan rayap. Sebagian koleksi itu hancur, walaupun tidak terlihat dari luar. Dan membersihkannya ternyata tidak mudah, sampai saya berencana menggantinya. Lebih mudah dilakukan, praktis, dan lemari model baru yang lebih modern begitu menggoda untuk menggantikan rak buku yang sudah bertahun-tahun menemani hari-hari saya.
Mungkin cinta pun tidak berbeda jauh dengan lemari buku? Rayap dapat menggerogotinya tanpa sepengetahuan kita karena sibuk dengan urusan lain. Dan menggantinya dengan yang baru, terlihat lebih menggiurkan, dibanding memperbaikinya.
Namun, tentu saja, semua tergantung prioritas kita. Kalau prioritas kita seperti Keluarga Cemara—sinetron yang baru saja difilmkan—kita tidak akan tega menyakiti anggota keluarga kita. Seperti didendangkan Bunga Citra Lestari: ”Harta yang paling berharga adalah keluarga, istana yang paling indah adalah keluarga, puisi yang paling bermakna adalah keluarga, mutiara tiada tara adalah keluarga....”
Jadi, apakah cinta itu buta? Baiklah kita dengarkan lirik selanjutnya: ”Terima kasih Emak, terima kasih Abah, untuk tampil perkasa bagi kami putra-putri yang siap berbakti.” Pandanglah anak-anak yang sudah Tuhan percayakan kepada kita. Dapatkah kita tampil perkasa untuk menjaga hati mereka?
Editor : Yoel M Indrasmoro
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...