Panggilan Allah
Apakah kita mengamini bahwa pekerjaan kita merupakan panggilan khusus Allah dalam diri?
SATUHARAPAN.COM – ”Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, dan sebelum engkau lahir, Aku sudah memilih dan mengangkat engkau untuk menjadi nabi bagi bangsa-bangsa.” (Yer. 1:5). Demikianlah sapaan Allah kepada Yeremia. Sapaan itu memperlihatkan bahwa Allah punya kehendak. Dan Allah selalu ingin kehendak-Nya terwujud. Allah memanggil Yeremia untuk menjadi nabi-Nya.
Yeremia bisa jadi telah mengetahui kehendak Allah dan ingin mewujudkannya pula. Akan tetapi, kemudaannya membuat dia gamang, sehingga berdalih: ”Ah, Tuhan ALLAH! Sesungguhnya aku tidak pandai berbicara, sebab aku ini masih muda” (Yer. 1:6). Alasan tidak pandai bicara di sini, kelihatannya tidak seperti Musa yang memang tidak lancar bicara, tetapi karena merasa masih muda.
Kemudaan kadang dikaitkan dengan kurangnya pengalaman. Kita punya ungkapan ”banyak makan asam garam”. Kata ”banyak” lalu dikaitkan dengan panjangnya usia. Yeremia mengaitkan usia dengan ketidakpandaian bicara mungkin karena merasa kurang bahan pembicaraan. Lalu, apa yang hendak dibicarakan kalau bahannya kurang?
Namun, bagi Allah itu bukan alasan yang tepat. Bahkan, ketidakpandaian bicara tak lagi jadi soal karena Allah siap memenuhi kekurangan Yeremia. Tuhan berjanji: “Sesungguhnya, Aku menaruh perkataan-perkataan-Ku ke dalam mulutmu.” (Yer. 1:9). Yeremia tidak perlu bahan pembicaraan karena Allah sendirilah yang meletakkan kata-kata-Nya ke dalam mulut Yeremia.
Dengan kata lain, secara harfiah, Yeremia tinggal membuka mulutnya. Persoalannya tentu menjadi lain jika Yeremia bungkam. Jadi, Yeremia tinggal membuka mulutnya karena bahan pembicaraan telah dipersiapkan Allah. Mengapa? Karena, sekali lagi, Allah tak ingin rencana-Nya gagal. Bagian manusia hanyalah menaati panggilan Allah.
Bagaimana dengan kita? Panggilan Allah tidak berarti bahwa Allah sendirilah yang bicara. Allah bisa memanggil kita melalui orang lain, gereja-Nya, atau instansi lain. Dan panggilan Allah juga tidak berarti bahwa kita harus melakukan suatu kegiatan rohani. Jangan batasi panggilan Tuhan hanya pada kegiatan gerejawi!
Pekerjaan sekuler semestinya juga kita pandang sebagai panggilan Allah. Bahkan, itulah panggilan khusus Allah bagi kita. Pertanyaannya: Apakah kita mengamini bahwa pekerjaan kita merupakan panggilan khusus Allah dalam diri? Jika ya, percayalah Allah akan terus memperlengkapi. Sebab Dia tak ingin rencana-Nya gagal.
Editor : Yoel M Indrasmoro
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...