Cinta Masih Ada
Cinta membuat seseorang utuh.
SATU HARAPAN.COM – Akhir pekan lalu saya menghabiskan waktu window shopping ke Semarang. Tak ada yang menarik perhatian saya, kecuali sebuah novel karya Paulo Coelho berjudul Eleven Minutes. Setelah membaca garis besar isi buku yang tertera di sampul belakang, saya memutuskan untuk membelinya.
Tokoh utama bernama Maria, gadis cantik asal Brazil yang memiliki impian menjamah benua Eropa. Hanya itu, tak ada keinginan menemukan cinta sejati. Maria apatis terhadap cinta. Ketika datang kesempatan pergi ke Genewa, dia fokus pada rutinitas kerja yang membuatnya nyaman sekaligus menggendutkan rekeningnya.
Maria adalah gadis cerdas. Pertemuannya dengan berbagai tipe manusia di Genewa, membuatnya banyak mengerti tentang sisi kehidupan, baik yang sederhana maupun yang rumit. Tetapi, ia tak pernah membiarkan hatinya disentuh.
Suatu hari tanpa sengaja Maria bertemu dengan seorang seniman. Kemampuan Sang Seniman membaca pengalaman orang lain hanya dengan melihat sorot mata, membuatnya sanggup mengetuk paksa hati Maria yang terkunci rapat. Namun, tak mudah meluluhkan Maria. Banyak cara ditempuh Sang Seniman hingga membuahkan sebersit rindu di benak Maria.
Setiap orang mengenal keajaiban yang bernama cinta. Bahkan setiap orang bisa mengaku sebagai pakar dalam hal cinta. Lain hal dengan apa yang saya alami, saya merasa minder bila harus speak up tentang topik itu. Saya berulang ulang dikecewakan karena cinta, sampai suatu ketika saya jatuh pada lubang kejenuhan, sehingga saya memastikan tak percaya lagi pada cinta.
Beberapa sahabat saya mengkhawatirkan kondisi saya. Satu diantara mereka terus setia menemani saya, memberi saya motivasi tanpa kesan menggurui atau menghakimi. Tak cukup sampai di situ, beberapa kali ia mengirim rekaman lagu bertema cinta untuk saya. Semua dilakukan demi satu tujuan, mengembalikan kepercayaan saya terhadap cinta.
Salah satu alasan mengapa saya membeli novel Eleven Minutes adalah kesamaan realitas yang ada pada saya dengan reka cerita Maria. Baik saya mau pun Maria telah kecewa dan sulit untuk percaya pada cinta. Tetapi, kesamaan lain yaitu, kehadiran seseorang yang berjuang membuat saya dan Maria mengakui cinta masih ada.
Meski endingnya belum jelas (saya belum menyelesaikan bab-bab terakhir), saya dan Maria pun masih memiliki kesamaan. Maria mulai mengakui bahwa dirinya butuh seseorang yang membuatnya utuh. Saya juga seperti itu. Sahabat saya yang berjuang itu benar-benar tulus mendamaikan hati saya dengan cinta. Bentuk perhatiannya itu pun sebuah cinta dari seorang sahabat. Dalam hati saya merasa lega, setidaknya saya belajar percaya cinta filia—persabahatan, persaudaraan. Saya berusaha yakin, suatu saat saya percaya, cinta masih ada.
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
KPK Tetapkan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, Tersangka Kasus...
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Sekretaris Jenderal PDI Perju...