Teriakkan Pujian, Bisikkan Kritikan!
Pujian itu memotivasi.
SATUHARAPAN.COM – Sejak kesalahannya diangkat di milis oleh atasannya, seorang rekan langsung menyadari bahwa di tempat kerja itu ia tidak akan aman dari masalah umbar kesalahan yang akan diketahui banyak orang, meski kesalahannya belum tentu terbukti. Rekan saya konta mengundurkan diri.
Atasannya ini memang agak unik tampaknya: ia sulit memuji, namun mudah mengkritik. Bagi dia, orang bekerja dengan baik adalah kewajiban, dan bekerja salah perlu diperingatkan. Anda yang pernah memiliki atasan yang menginspirasi, akan langsung mengernyitkan dahi: itu benar secara logika, tetapi tak tepat secara pengelolaan emosi. Orang bekerja sangat terpengaruh oleh suasana hati.
Sebuah survei, yang dilakukan beberapa dekade lalu, membuktikan sekitar 60% sampai 70% kinerja orang tergantung pada motivasi kerjanya. Orang bisa cerdas, kompeten, berpengalaman, namun kalau tak termotivasi niscaya kinerjanya tak akan pernah maksimal. Seharusnya motivasi memang muncul dari dalam (sering disebut motivasi intrinsik), namun kalau lingkungan—terutama atasan—mematikan semangat, motivasi intrinsic pun akan ikut tidur. Seperti rekan di atas, ia memilih untuk mencari tempat kerja lain yang membuat motivasi intrinsiknya akan membara.
Tak ada orang yang tak senang dipuji. Bukan berarti setiap orang gila pujian. Sederhana saja, pujian adalah bentuk konfirmasi bahwa yang telah dilakukan itu benar. Hasil kerja yang diakui baik, pasti akan menimbulkan semangat bagi pelakunya untuk mengulanginya. Dan jika diakui melalui pujian secara konsisten dan tepat, maka kinerja baik akan terus menanjak. Bukankah itu yang diharapkan setiap atasan?
Tentu tidak semua hal perlu mendapat pujian, namun atasan yang bijak akan tahu kapan suatu karya layak diberikan pengakuan kepada orang banyak, dan kapan kinerja sesungguhnya tak perlu dipuji. Kesalahan pun perlu diperingatkan karena jika tidak, orang tak akan pernah tahu bahwa ia perlu mengoreksi kinerjanya.
Namun demikian, kelonggaran untuk berbuat salah perlu diberikan tempat. Seorang psikolog ternama, Friedman, mengatakan bahwa tempat kerja yang paling disukai salah satunya adalah jika memberi ruang untuk berbuat kesalahan. Tidak berarti bahwa kesalahan selalu diberi toleransi; memberi ruang untuk kesalahan berarti bahwa kesalahan tidak serta merta diganjar hukuman. Ada koreksi, ada arahan untuk tidak mengulanginya. Tak ada orang yang ingin melakukan kesalahan yang sama dua kali.
Jika untuk pertama kali diberikan koreksi sambil disemangati, maka ia akan berusaha keras untuk melakukannya lebih baik di kali kedua. Koreksi yang diberikan bukanlah dengan cara mengumumkannya, namun dengan membahasnya empat mata. Tak perlu ada orang lain tahu apa yang diingatkan kepadanya, sehingga jika ia berhasil memperbaiki kesalahannya, orang akan melihat bahwa ia berhasil. Orang tak perlu tahu bahwa si atasanlah yang sesungguhnya memberikan jalan, karena tak ada kepuasan yang lebih besar pada seorang atasan daripada melihat bawahannya dipuji orang akan kinerjanya.
Bisikkan saja kritikan, tak perlu diumbar. Sebaliknya, ceritakanlah pujian karena pujian itu memotivasi. Dan motivasi adalah porsi terbesar dalam mencapai sukses.
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
KPK Tetapkan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, Tersangka Kasus...
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Sekretaris Jenderal PDI Perju...