Cita Tenun Indonesia, Lestarikan Kain Tenun Nusantara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Perhelatan Jakarta Fashion & Food Festival (JFFF) 2014 yang ke-11 semakin istimewa dengan kehadiran Cita Tenun Indonesia (CTI) yang bertajuk “Jalinan Lungsi Pakan”. Peragaan koleksi mode ini menggaet beberapa desainer terbaik Indonesia dan merupakan wujud nyata dari upaya pelestarian kain tenun nusantara melalui pemberdayaan perajin tenun daru berbagai wilayah binaan CTI.
“Kali ini kami mengangkat tema Jalinan Lungsi Pakan,” kata Lila Yahya, General Affair CTI pada konferensi pers yang digelar di Harris Hotel, Kelapa Gading, Sabtu (17/5).
“Kami mengangkat tema tersebut karena proses pembuatan kain tenun merupakan jalinan dari benang-benang lungsi atau vertikal dan juga benang horisontal atau yang disebut pakan. Selain itu, tema tersebut sebagai sarana edukasi bagi masyarakat mengenai apa yang dinamakan oleh jalinan lungsi dan pakan itu sendiri.”
CTI bekerja sama dengan delapan desainer terbaik di Indonesia. Berikut adalah nama-nama desainer yang ikut mendukung CTI dan uraian hasil karya mereka.
Ari Seputra
Ari Seputra mempresentasikan kain tenun Lombok. Mengutip dari pers rilis, Ari Seputra membuat kain Lombok tersebut menjadi lebih indah dari yang biasanya. Pada umumnya, kain tenun Lombok didominasi warna terang dan kontras, kali ini nuansa warna-warna lembut dan modern menjadi sajian utama. Motif besar (songket) dan motif garis (sabuk anteng) hasil binaan dari CTI dan bekerja sama dengan Garuda Indonesia menjadi suatu karya yang kontemporer dan urban.
Auguste Soesastro
Auguste Soesastro mengeksplorasi aspek sakral kebudayaan Bali yang biasa dikenal dengan warna-warna yang berani. Warna-warna yang diinspirasi oleh keheningan meditasi dan kelembutan hasil bumi melahirkan beberapa karya yang sejalan dengan filsafat merk KRATON oleh sang desainer. Garis rancangan yang dipillih tampil sederhana yang berfokus pada kerumitan dan keindahan kain songket buatan tangan.
Barli Asmara
Barli Asmara menciptakan koleksi Culture Mix yang merupakan perpaduan dari budaya Indonesia berbaur sentuhan modern dan bernuansa anak muda. Barli mendesain kain tenun dari Garut yang semakin indah dengan imbuhan detail permata, payet dan bulu sehingga terkesan modern dan chic. Bentuk karyanya berupa mini dress body fitted, dress dengan rok bervolume, blazer serta cape bervolume tercipta berpadu materi sequin, satin dan tafeta.
Didi Budiardjo
Didi Budiardjo menghasilkan desain tenun dari Bali. Dia terinspirasi dari kehidupan sehari-hari masyarakat Bali seperti saat menyiapkan sesaji untuk Sang Hyang Widhi Wasa yang dikenal dengan Canang Sari. Kain tenun kali ini merupakan binaan CTI, Hivos dan European Union (EU) yang memakai metode pewarnaan alam. Berbagai motif tenun yang hadir adalah widyadhari yang merupakan motif lama Jembrana, Bali Barat dengan penataan warna baru. Motif ini memiliki cerita yaitu kain ini dahulu diberikan seorang Ibu kepada putrinya yang akan menikah.
Selain motif widyadhari, ada juga motif prembon yang memadukan dua teknik yaitu cag cag dan songket yang sudah mulai sulit ditemukan di wilayah Bali Barat. Motif ini menampilkan dua ragam hias yang dipadukan menjadi satu kesatuan sehingga motif endek terpadu dengan motif songket.
Motif taksu juga merupakan sebuah inspirasi lain bagi Didi Budihardjo. Motif ini adalah motif lama Jembrana, Bali Barat yang berarti energi sebagai muasal dari bakat dan motivasi dalam merevolusi diri.
Era Soekamto
Era Soekamto terinpirasi Urang Kanekes atau masyarakat Baduy mulai dari cara mereka berpakaian, bericara, pola pikir yang kuat, dan memegang teguh adat yang sederhana dan tidak terpengaruh dengan perkembangan jaman. Kenyataan tersebut merupakan sebuah paradoks bagi dunia modern yang sangat ramai dan dinamis dalam menjawab modernisasi dalam menelaah budaya masyarakat Baduy.
Reka hias dan kerajinan tangan tenun Urang Kanekes ini merupakan karya cipta yang tinggi. Selain karena merupakan gabungan dari ungkapan estetis dan alam, reka hias itu juga mewakili sikap hidup mereka yang menyimpan ribuan tabu dan alam kosmos masyarakat adat Baduy. Dalam setiap kegiatan ritual keluarga dan agama, sepotong kain tenun hampir selalu menjadi bagian yang amat penting dalam kehidupan mereka. Era Soekamto menuangkannya dalam koleksi rok, jaket dan jas dengan siluet loose dan kontras warna biru dan krem.
Priyo Oktaviano
Hasil rancangan Priyo Oktaviano terinspirasi bunga-bunga Paris dalam koleksi yang mengangkat keindahan kain tenun Sambas berpadu dengan materi organdi, shantung dan tile. Warna-warna macaroon yang ceria diaplikasikan Priyo dalam bias kuning gading, hijau mint, lavender, dusty pink, orange salem dan krem. Desain jaket, rok, celana, blus serta dress yang diperuntukkan perempuan urban menjadi kesatuan koleksi feminin dan ladylike.
Stephanus Hamy
Stephanus Hamy mengangkat kain tenun dari Sulawesi Tenggara dalam desain dress, jaket, serta berbagai bentuk lainnya. Mengusung tema simple dan wearable, koleksi kali ini didedikasikan untuk gambaran perempuan urban yang mapan dan mencintai kain tradisional Indonesia.
Chossy Latu
Chossy Latu menggunakan songket dari Nagari Halaban yang merupakan salah satu daerah binaan CTI dan Garuda Indonesia. Dia mengangkat tema Songket Sophisticatin dengan rekomposisi motif songket Padang dalam penataan yang baru untuk mendapatkan alternatif “New Look” dalam pemakaian songket Padang untuk fashion masa kini.
Pada JFFF 2014, CTI tidak hanya menggelar Jalinan Lungsi Pakan, tapi juga “Next Young Promising Designers: Embracing Handwooven the Indonesian Heritage”, sebuah kompetisi desain mode yang diikuti oleh para pelajar dari berbagai sekolah mode di Jakarta dan Bandung. Diantaranya adalah Institut Teknologi Bandung, Interstudi dan Susan Budihardjo School of Design. Lebih dari 30 peserta terjaring hingga terpilih 10 menampilkan desain dengan memanfaatkan keindahan kain tenun Indonesia.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...