COP21, Greenpeace: Di Pidato Jokowi Tak Ada Tangible Action
PARIS, SATUHARAPAN.COM – Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Teguh Surya mengatakan, pidato Presiden Joko Widodo di sesi "Leaders Event" dalam "Conference of Parties" (COP) 21, tidak memberikan celah konstribusi baru untuk upaya penurunan emisi yang ditargetkan.
"Pidato Presiden Jokowi, tidak menunjukkan kepemimpinan Indonesia dalam upaya penurunan emisi di dunia internasional," kata Teguh di Hall 2B the Paris Le Bourget, Prancis, Selasa (1/2).
Indonesia, menurut dia, sebenarnya tidak perlu komitmen baru juga, tapi sayangnya di sini tidak ada "tangible action" seperti yang dikeluarkan pemerintahan sebelumnya, seperti kebijakan satu peta, penurunan emisi 41 persen dengan bantuan luar negeri, dan sebagainya.
Sekarang tidak ada, hanya pembentukan gambut "task force". Harusnya ada yang baru, sudah bisa jalan keluar baru, aksi konkret yang bisa ditawarkan ke Indonesia maupun ke dunia internasional.
Kalau Presiden menyebutkan alasan sulit mengatasi kabakaran hutan, dan gambut karena dipengaruhi El nino maka seharusnya hutannya dijaga. "Karena kalau hutan hilang pengaruh El nino memang akan berpengaruh besar," katanya.
Indonesia, katanya, seharusnya bisa mendorong komitmen global untuk menemukan cara pemanfaatan hutan dan gambut. Dan pemanfaatan gambut tersebut harus mengacu ke konservasi, tidak melulu ke kerusakan.
Ilmuwan, seharusnya diarahkan melakukan penelitian dan inovasi, untuk bisa mencari cara pemanfaatan gambut yang tidak merusak. "Lihat saja negara-negara lain, banyak yang menargetkan peningkatan energi baru dan terbarukan".
Menurut dia, Presiden Jokowi, dalam pidatonya, bisa langsung meminta bantuan, misalnya, ke Bank Dunia untuk meningkatkan energi baru terbarukan (EBT) secepatnya dalam kurun waktu 10 tahun, menghilangkan bahan bakar fosil.
Dan jika itu secara terbuka disampaikan maka dukungan dunia akan mengalir dengan sendirinya.
Sedangkan di bidang kehutanan, ia mengatakan Presiden Jokowi bisa menyampaikan akan menghentikan segala hal yang dianggap merusak. "Bahasa yang disampaikan Presiden kan restorasi, harusnya sudah ke proteksi. Indonesia tidak akan runtuh dengan melakukan proteksi".
Dengan menyampaikan dua hal tersebut secara terbuka dihadapan 147 kepala negara dan pemerintahan, ia meyakini bantuan peningkatan kapasitas dan teknologi akan mengalir untuk penurunan emisi Indonesia.
"Saat ini, Brazil masih dipandang dunia sebagai pemimpin dalam upaya penurunan emisi global, ya meski pun program yang dijalankannya tidak semua berhasil dan masih ada kerusakan," katanya.
Presiden Joko Widodo dalam pidatonya di sesi Leaders Event pelaksanaan COP 21 mengatakan, Indonesia melakukan penegakan hukum secara tegas, menyiapkan langkah prevensi dan sebagian mulai implementasikan restorasi ekosistem gambut, dengan pembentukan Badan Restorasi Gambut.
Kerentanan dan tantangan perubahan iklim tersebut, tidak menghentikan komitmen Indonesia untuk berkontribusi dalam aksi global menurunkan emisi. Untuk itu, ia mengatakanIndonesia berkomitmen menurunkan emisi sebesar 29 persen di bawah "business as usual" pada tahun 2030, 41 persen dengan bantuan internasional.
Penurunan emisi di bidang energi mengalihkan subsidi BBM ke sektor produktif, peningkatan penggunaan sumber energi terbarukan hingga 23 persen dari konsumsi energi nasional tahun 2025. Selain itu, melakukan pengolahan sampah menjadi sumber energi.
Untuk bidang tata kelola hutan dan sektor lahan, dilakukan penerapan kebijakan satu peta, menetapkan moratorium dan "review" izin pemanfaatan lahan gambut, dengan melakukan pengelolaan lahan dan hutan produksi lestari.
Sementara di bidang kemaritiman, kata Presiden, Indonesia mengatasi perikanan ilegal "IUU Fishing" dan perlindungan keanekaragaman hayati laut. (Ant)
Editor : Bayu Probo
Daftar Pemenang The Best FIFA 2024
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Malam penganugerahan The Best FIFA Football Awards 2024 telah rampung dig...