CSW Sayangkan Peningkatan Intoleransi Era SBY
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Kepala Christian Solidarity Worldwide (CSW) wilayah Asia Tenggara, Benedict Rogers menyayangkan periode pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai era peningkatan terbanyak kasus intoleransi antar agama.
Pernyataan ini dia kemukakan pada Selasa (3/6) siang WIB, di Utan Kayu, Jakarta sebagai bagian dari peluncuran laporan penelitian terbarunya yang berjudul: Pluralism in Peril - The Rise of Religious Intolerance Across the Archipelago yang edisi bahasa Inggrisnya telah diluncurkan pada Februari 2014.
“Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono akan meninggalkan istana tahun ini, publik internasional mengenal presiden ini sebagai paling modern dan moderat sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar dunia, akan tetapi kenyataannya berbeda karena dia telah memimpin sebuah periode yang di dalamnya terdapat krisis kebebasan beragama dan beribadah selama satu dekade,” kata Benedict.
CSW merupakan organisasi internasional berkaitan dengan masalah kebebasan hak asasi beragama, beribadah dan berkeyakinan.
Benedict mengkhawatirkan penggantinya akan menghadapi pekerjaan rumah yang cukup sulit yakni menghentikan munculnya kelompok ekstrimis dari agama tertentu dan intoleransi agama yang semakin meningkat.
“Tahun demi tahun, insiden pelecehan dan kekerasan terhadap kelompok minoritas telah meningkat menjadi 264 di 2012, sebelumnya 200 pada 2009, angka ini saya dapat dari Setara Institute. Sedangkan menurut data Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia setidaknya 430 gereja telah diserang, ditutup atau dibakar dalam dekade terakhir,” lanjut Benedict.
Kesalahan SBY
Benedict mengatakan pidato SBY di hadapan muktamar Majelis Ulama Indonesia (MUI) 2005 yang menjanjikan peran sentral organisasi tertinggi Islam di Indonesia ini dalam hal aturan-aturan syariat Islam telah disalahartikan MUI.
“Akibatnya kita lihat pemerintah mengizinkan MUI mengeluarkan serangkaian fatwa menolak pluralisme agama di Indonesia, contoh paling konkret yakni menyerukan larangan Ahmadiyah, sekte Muslim sejenisnya dianggap sesat,” papar Benedict.
Benedict menilai SBY salah kaprah dalam tindakan tersebut, dan membawa Islam ke arah yang salah karena pemerintahan SBY Islam ke dalam koalisinya untuk kenyamanan politik jangka pendek.
“Pemilihan umum yang akan datang mudah-mudahan memberi kesempatan bagi Indonesia untuk mengubah arah pluralisme dan kerukunan umat beragama di Indonesia, karena menurut hemat saya negara ini memiliki banyak yang bisa dibanggakan,” tambah Benedict.
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...