Dahlan Iskan Ditetapkan Sebagai Tersangka Kasus Korupsi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, menetapkan Dahlan Iskan menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi di PT PLN dalam pengadaan dan pembangunan gardu induk Jawa, Bali dan Nusa Tenggara tahun anggaran 2011-2013.
Setelah dua kali mangkir dari pemanggilan penyidik, Dahlan Iskan mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara itu pada Jumat (5/6) menjalani pemeriksaan selama sembilan jam di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dan langsung ditetapkan sebagai tersangka.
Kasus ini berawal ketika PT PLN melakukan pembangunan 21 gardu induk pada unit pembangkit dan jaringan di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Pembangunan ini dilakukan dengan menggunakan dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sebesar lebih dari Rp 1 triliun untuk tahun anggaran 2011-2013.
Berdasarkan hasil perhitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan DKI Jakarta, kerugian negara akibat kasus ini diperkirakan sebesar Rp 33,2 miliar.
Kejati DKI Jakarta telah menetapkan 15 tersangka atas kasus di PT Perusahaan Listrik Negara ini. Sepuluh di antaranya telah masuk ke tahap penuntutan dan berkas telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Para tersangka disangkakan dengan Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain itu, mereka juga dijerat Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus Korupsi Cetak Sawah
Sementara itu Dahlan Iskan juga dikaitkan dengan kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan pelaksanaan jasa konsultan dan konstruksi pencetakan sawah Kementerian BUMN Tahun 2012-2014 di Ketapang, Kalimantan Barat, yang sedang disidik kepolisian.
Proyek jasa konsultan dan konstruksi pencetakan sawah di Ketapang berlangsung pada 2012-2014 di mana ketika itu Dahlan menjabat Menteri BUMN.
Dalam proyek bernilai Rp 317 miliar itu, Polri menduga pengerjaan proyek cetak sawah tidak sesuai dengan kontrak dan ditemukan ada lahan fiktif.
Pada proyek itu, PT Sang Hyang Seri (SHS) yang merupakan BUMN pangan menjadi penanggung jawab proyek.
Dalam mengerjakan proyek tersebut, PT SHS dibantu beberapa perusahaan lain, yakni PT Hutama Karya, PT Brantas Abipraya, PT Yodya Karya, dan PT Indra Karya.
Sedangkan beberapa BUMN yang diketahui turut mendukung pelaksanaan proyek tersebut dari segi pendanaan, di antaranya PT BNI, PT Pertamina, PT Pelindo II, PT BRI, dan PT PGN.
Kasus ini diduga melanggar pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Belum (tersangka). Sprindik boleh saja (terbit), artinya ini kan berkaitan hasil pemeriksaan, hasil pemeriksaan diaudit dan dihubungkan dengan alat bukti," kata Kabareskrim Budi Waseso hari Jumat (5/6), terkait status hukum Dahlan Iskan dalam kasus cetak sawah tersebut. (cnnindonesia.com/Ant)
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...