Dakwah Tidak Hanya Menekankan Syariat, Namun Juga Akhlak
DEMAK, SATUHARAPAN.COM – Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Masdar Farid Mas’udi mengatakan gembar-gembor tentang pemberlakuan syariat Islam di Indonesia harus diubah karena Islam hadir sebagai rahmat.
“Tema utama dakwah Islam sekarang ini bukan hanya sekedar syariat, tapi akhlak. Gerakan ISIS (Islamic State Iraq and Syria) itu salah tema, karena terlalu mengutamakan syariat. Lihat sekarang apa yang terjadi,” kata Masdar Farid Mas’udi saat memberi materi di Seminar Nasional ‘Menakar Keberhasilan Pondok Pesantren dalam Membangun Pola Pendidikan Karakter’ yang diselenggarakan oleh Yayasan Pondok Pesantren Futuhiyyah Mranggen, Demak di aula yayasan pada Rabu (26/10).
Kepada para politisi, dia mengajak untuk selalu mengutamakan akhlakul karimah dalam berpolitik.
Dia mengatakan akhlak merupakan bagian dari implementasi syariat. Ibadah yang benar akan membentuk akhlak yang baik. Syariat adalah permulaan dari ibadah. Setelah syariat dilampaui maka akhlak juga harus diterapkan.
“Misal di dalam salat itu ada rukun sujud, tetapi nilai akhlak dari sujud itu sendiri adalah ketundukan diri,” kata Masdar Farid Mas’udi.
Ia menambahakan saat ini perjuangan dakwah harus bergeser dari paradigma syariat ke akhlak karena sejak awal mula Islam datang ke Indonesia melalui pendekatan akhlak.
“Ketika seseorang dipukul, syariat membolehkan untuk memukul balik. Jika hal ini (pukul memukul) berlangsung terus-menerus maka akan terjadi viral kekerasan. Berbeda jika seseorang tadi mengedepankan akhlak yakni membalas dengan senyuman dan memaafkan, maka yang terjadi adalah hubungan persaudaraan,” kata Masdar Farid Mas’udi.
Seminar Nasional yang dibuka oleh Ketua Yayasan Pondok Pesantren Futuhiyyah Mranggen, KH Said Lafif Hakim ini mengambil tema ‘Menilik Pola Pendidikan Karakter Santri dan Tantangan Radikalisme Kajian Ilmu Keislaman di Indonesia’ dan dihadiri oleh ratusan ulama dan kyai pesantren di Jawa Tengah.
Sementara itu, Direktur Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Masykuri Abdillah yang juga alumni Pondok Pesantren Futuhiyyah Mranggen memberikan materi bertajuk ‘Pondok Pesantren dan Metodologi Pendidikan Karakter dalam Menepis Paham Radikalisme dan Fanatisme Sektoral'.
Masykuri Abdillah mengungkapkan fanatisme berlebihan akan memunculkan radikalisme. Dari radikalisme akan muncul ekstrimisme yang berujung pada terorisme. Maka untuk menanggulanginya harus ada penguatan Islam yang ramah (rahmatan lil ‘alamin) dan moderat yang ia sebut islam-rahmah-washathiyyah serta pendidikan karakter.
“Para ulama serta tokoh masyarkat dan aktivis Islam dituntut untuk menghindarkan diri dari sikap fanatisme dan absolutisme madzhab, dengan tidak mudah menuduh kelompok lain sebagai syirik, bida apalagi kafir. Kurikulum pendidikan juga harus diarahkan kepada pemahaman keagamaan yang rahmah dan moderat. Hal ini penting karena dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi sejumlah buku ajar yang mengajarkan radikalisme keagamaan,” kata Masykuri Abdillah.
Masykuri Abdillah mengatakan penguatan akhlak dan karakter harus terus diupayakan. Masykuri Abdillah mengatakan pembinaan karakter dilakukan dengan sosialisasi nilai-nilai agama yang terintegrasi dengan nilai-nilai moral dan karakter bangsa, baik dalam sosialisasi primer (masa anak-anak dalam keluarga dan dalam masyarakat) maupun sosialisasi sekunder (setelah masa anak-anak).
Masykuri Abdillah mengatakan pendidikan akhlak dan karakter di sekolah/madrasah juga harus dilakukan secara terintegrasi dengan semua mata pelajaran.
“Maka, pesantren dituntut untuk melakukan pembinaan akhlak dan karakter tidak hanya bagi para santri, tetapi juga masyarakat secara umum, sejalan dengan peran pesantren sebagai lembaga dakwah yang memberi pencerahan kepada masyarakat sekitar,” kata Masykuri Abdillah. (nu.or.id)
Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum
Jerman Berduka, Lima Tewas dan 200 Terluka dalam Serangan di...
MAGDEBURG-JERMAN, SATUHARAPAN.COM-Warga Jerman pada hari Sabtu (21/12) berduka atas para korban sera...