Dalam Kembara Kita
SATU HARAPAN.COM – Banjir yang masih mengancam beberapa wilayah di Indonesia, letusan Sinabung, juga Kelud, dengan telak mengingatkan bahwa kita hanyalah musafir di dunia ini. Semua kenangan yang kita simpan dengan hati-hati, harta benda yang kita kumpulkan dengan susah payah, dapat lenyap begitu saja—meninggalkan rasa pedih yang sulit hilang. Ah… kita lupa, dunia bukanlah rumah kita.
Berkait dengan harta, semakin tegaslah kata-kata bijak ini: di bumi ngengat dan karat merusaknya, pencuri membongkarnya. Juga banjir—dan seribu satu macam bencana—yang tidak pernah kita duga dan harap.
Mungkin jika kita sadar sejak semula bahwa kita hanya peziarah—hanya melakukan perjalanan melalui dunia ini—maka rasa sakit karena kehilangan itu dapat sedikit tertahankan. Dan kita tidak akan menggenggam terlalu erat segala milik yang sifatnya sementara. Sesungguhnya, siapa yang karena kekhawatirannya, atau kengototannya, atau segala upayanya dapat menambahkan sedikit saja masa kehidupannya? Oleh karena itu, lepaskanlah… tangan tengadah… dalam pasrah dan doa. Sebab pertolongan kita berasal dari Sang Penguasa Semesta.
Jika sekali lagi matahari bersinar kemilau, air surut ke wadah semestinya, gerak gunung-gunung mereda, maka kita akan tahu bahwa anugerah masih terus dicurahkan Sang Maha Pemurah. Dan tangan-Nya yang perkasa terus menopang dan menjaga dan menguatkan ketika kita melangkah di dunia yang makin tidak bersahabat ini. Dialah harta kita yang sesungguhnya. Tidak ada apa pun atau siapa pun yang dapat mengambil-Nya dari kita. Dialah tempat perlindungan, damai, dan akhir kembara kita.
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...