Dana dari Lembaga Sertifikasi Halal Australia Ditolak MUI
CANBERRA, SATUHARAPAN.COM - Salah satu lembaga pemberi sertifikasi halal di Australia, bernama Australian Federation of Islamic Councils (AFIC) pernah mengirimkan cek sebesar 20 ribu dolar (sekitar Rp 200 juta) ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 2013, namun bantuan itu ditolak oleh MUI.
Demikian terungkap dalam laporan investigasi Four Corners yang ditayangkan ABC, pada hari Senin (7/9).
Cek yang dikirim AFIC tersebut, kabarnya, dimaksudkan untuk membantu biaya pembangunan gedung kantor MUI, namun ditolak.
Juru bicara AFIC, Ajmad Mehboob, membantah bahwa donasi tersebut merupakan cara lembaganya untuk mendapatkan akses dalam memasarkan produk-produk halal Australia ke Indonesia.
Namun mantan ketua AFIC, Ikebal Patel, mengaku pernah menawarkan dana 10 ribu dolar (Rp 100 juta) kepada MUI pada tahun 2011, dengan rincian dibagi 70:30, demi mendapatkan hak memasarkan produk halal Australia di Indonesia.
"Kami memastikan bahwa dana ini diterima MUI bukan oleh perorangan," kata Patel, yang berhenti sebagai ketua AFIC di tahun 2012.
MUI sendiri tidak menarik biaya apapun dari lembaga sertifikasi halal asal luar negeri, untuk mendapatkan akses ke dalam pasar Indonesia. Namun juru bicara AFIC, Amjad Mehboob, mengakui bahwa donasi yang mereka tawarkan ke MUI mungkin dapat saja ditafsirkan lain.
ICCV
Di Australia terdapat puluhan lembaga yang menerbitkan sertifikasi halal. Selain AFIC, juga ada ICCV (Islamic Coordinating Council of Victoria) untuk negara bagian Victoria.
ICCV menjelaskan, dana dari sertifikasi halal yang mereka terima selama ini disalurkan untuk kepentingan komunitas Muslim seperti sekolah dan masjid. "Menyangkut ICCV, dananya dipakai di Australia untuk warga Australia sendiri," kata wakil ketua ICCV, Ekrem Ozyurek.
Informasi yang diperoleh Four Corners menyebutkan bahwa dana dari sertifikasi halal ICCV, ada juga disalurkan untuk membantu pembangunan kawasan sekolah, panti asuhan, dan masjid di Jonggol, Jawa Barat.
Ozyurek mengakui bahwa ICCV turut membantu pembangunan di kawasan Jonggol itu, namun tidak menyebutkan berapa jumlahnya.
"Tujuannya adalah membangun panti asuhan dan masjid, hal semacam itu... mungkin saja ada bantuan (ICCV) yang disalurkan ke sana," katanya.
ICCV memegang monopoli bagi pemasaran daging halal asal Victoria ke Indonesia. ICCV juga kabarnya menjadi perwakilan MUI di Australia.
Sementara itu, biaya untuk mendapatkan sertifikasi halal di Australia, sangat bervariasi. Salah satu produsen daging terbesar di Australia, JBS Australia Pty Ltd misalnya, mengeluarkan 2,4 juta dolar (Rp 24 miliar) untuk urusan ini di tahun 2014.
Di sisi lain, biaya sertifikasi halal untuk produk selai khas Australia, Vegemite, berkisar 10 ribu dolar (Rp 100 juta) pertahun. Lalu, untuk lebih dari 70 produk coklat merek Cadburry, biayanya sekitar 20 ribu dolar (Rp 200 juta) pertahun.
Selain itu, untuk produk teh merek Madura Tea, perusahaan mengeluarkan hanya 1.400 dolar (Rp 14 juta) pertahun. (australiaplus.com)
Editor : Eben E. Siadari
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...