dari Rakyat, oleh Rakyat, untuk Rakyat
Mahal atau murah, bukankah itu pun uang rakyat?
SATUHARAPAN.COM – Ibu Suryat adalah guru pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan saya sewaktu SMA. Saya terkenang akan dia ketika menyaksikan tragedi UU Pilkada disahkan di DPR. Dengan rambut yang selalu dicepol, ia dengan bangga menjelaskan bagaimana sistem pemerintahan Indonesia berbentuk demokrasi yang berarti kekuasaan rakyat: ”Demokrasi berasal dari bahasa Yunani, kata demos artinya rakyat dan kratos artinya kekuasaan. Demokrasi itu dari Rakyat, oleh Rakyat, dan untuk Rakyat.”
Sebagai orang yang menyaksikan proses kemerdekaan Indonesia, Ibu Suryat selalu berapi-api dalam mengajar. Ia bercerita pernah menyaksikan Soekarno secara langsung saat berpidato. Saya merasa bangga akan Indonesia ketika Ibu Suryat menceritakan tahap-tahap pembangunan, sehingga pelajaran itu menjadi hal yang menyenangkan, dan tanpa terasa saya dapat menghafal Pancasila dengan 36 butirnya, Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 45, serta tahapan Repelita yang saat itu dilaksanakan Presiden Suharto beserta para menteri kabinetnya.
Namun, itu adalah masa sekolah. Sekarang setelah memasuki realita kehidupan, ternyata apa yang digemakan Ibu Suryat kepada para muridnya—”dari Rakyat, oleh Rakyat, untuk Rakyat”— sepertinya tidak seluruhnya betul. Hampir setiap hari kita disuguhkan berita tentang wakil rakyat yang katanya dipilih oleh rakyat, memanfaatkan jabatannya bukan untuk rakyat. Dan sekarang, lebih aneh lagi, dikatakan rakyat tidak layak memilih para wakilnya.
Pemilu kepala daerah sebelumnya diselenggarakan secara tidak langsung, namun setelah memasuki zaman reformasi, suara rakyat mulai menuntut, dan diselenggarakanlah pemilu secara langsung. Rakyat terlibat, apa pun hasilnya, ada yang simpatik maupun apatis, namun itu adalah ”oleh rakyat”. Mahal atau murah, bukankah itu pun uang rakyat?
”Tapi, palu sudah diketok, coiiii… sepertinya elu nggak mungkin bisa jadi pemimpin daerah, siapa elu, kecuali elu dikenal anggota DPR sono…,” kata penyiar radio ketika membahas hasil rapat DPR. Dolar Amerika sudah menembus angka Rp 12.000,00 mengindikasikan ada hal yang bergejolak yang memengaruhi kinerja ekonomi. Rakyat mengumpulkan KTP untuk protes ke MK. Karangan bunga dukacita pun dikirimkan ke Istana Negara.
Bagaimanakah akhir ceritanya? Mari kita bersimpuh kepada Yang Mahakuasa agar rakyat dan wakil rakyat memiliki chemistry yang sama dalam penyelenggaraan negara. Sebab, negara ini adalah milik rakyat, bukan milik wakil rakyat.
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...