Melangkah Keluar dan Berbicara
Ketika banyak orang menutup pintu dan mulut karena ketakutan, Ismanoe justru melangkah keluar dan berbicara.
SATUHARAPAN.COM – Percakapan tentang bahaya laten PKI dan siapa yang bertanggung jawab atas peristiwa 30 September 1965 beserta dampaknya masih terus dibicarakan. Ini membingungkan bagi saya yang lahir setelah masa sulit itu, ada apa dan mengapa?
Namun, saya belajar dari pengalaman Ismanoe Mestoko, seorang pendeta GKJW yang ditempatkan di ujung timur Pulau Jawa. Saat saya mengedit kisahnya dalam buku Amanat Ilahi di tengah Kecamuk Prahara 1965 karya anaknya, Drijanto Mestoko, ternyata ada serangkaian kejadian yang membingungkan dan meresahkan bahkan merenggut nyawa orang pasca 30 September 1965. Ketika banyak orang menutup pintu dan mulut karena ketakutan, Ismanoe justru melangkah keluar dan berbicara. Tugas pelayanannya tetap dilakukan, yakni menjaga dan menghibur anggota jemaatnya. Bahkan, ia menyelamatkan beberapa orang dari pembantaian massal.
Pengalaman Ismanoe mengingatkan saya pada sebuah kisah yang tak pernah saya lupa: Orang Samaria yang Baik Hati—yang menolong orang di tengah jalan karena dirampok habis-habisan. Kisah itu tidak mencari-cari siapa yang paling bertanggung jawab terhadap orang yang terluka, tetapi justru menemukan pahlawan baru: Si Orang Samaria. Tindakan bela rasanya masih menjadi inspirasi bagi banyak lembaga kemanusiaan dunia hingga berabad-abad kemudian.
Mungkin masalah makro tidak tersentuh oleh tindakan kita, namun masih begitu banyak masalah mikro yang ada dalam jangkauan tangan kita. Kita masih bisa melakukan hal yang baik hati jika kita tidak menutup pintu – rumah, hati, dan mulut kita. Itulah tindak pancasilais sejati.
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
Kapolri-Panglima Hadiri Doa Lintas Agama di Jatim
SURABAYA, SATUHARAPAN.COM - Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo dan Panglima TNI Jenderal A...