Darmin: Perang Dagang Jadi Tantangan Global Selanjutnya
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengingatkan bahwa perang dagang akan menjadi tantangan ekonomi global selanjutnya setelah sentimen dari kenaikan suku bunga Bank Sentral AS (The Fed) mulai mereda.
"Tantangan besar global, ketika The Fed memutuskan untuk menahan suku bunga, itu perang dagang," kata Darmin saat ditemui di Jakarta, Jumat (22/3).
Darmin menjelaskan saat ini belum ada kesepakatan baru yang menandakan berakhirnya perang dagang antara China dan AS, sehingga ketidakpastian global ini belum akan usai dalam waktu dekat.
"Belum ada posisi jelas, tidak maju dan tidak mundur. Kita lihat saja karena yang pasti dua-duanya merugi dan sama-sama terpengaruh pertumbuhan ekonominya," katanya.
Ia menambahkan persoalan perundingan perang dagang yang tidak bisa selesai dalam waktu cepat, bisa mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia dalam jangka pendek.
"Masalah dengan perang dagang adalah, sekali dimulai, menghentikannya juga tidak mudah. Ini dampaknya lebih besar untuk kita, karena dua negara tersebut menjadi tujuan ekspor terbesar," ujarnya.
Oleh karena itu, ia mengharapkan terdapat solusi dari permasalahan perdagangan global ini agar tekanan eksternal yang dapat mengganggu perekonomian nasional makin berkurang. "Buat kita, kalau perang dagang itu dapat diredam, apalagi bisa diselesaikan, akan baik sekali," kata Darmin.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengatakan AS sedang mempertimbangkan akan menahan tarif pada produk China hingga batas waktu yang dianggap substansial. Padahal, AS sudah menerapkan bea tarif impor barang China total senilai 250 miliar dolar AS.
Kepala Riset Valbury Sekuritas Alfiansyah mengatakan penyataan Trump ini menandakan perang dagang belum akan reda dalam waktu dekat.
Delegasi Dagang AS Akan Kunjungi Beijing 28-29 Maret
Sementara itu delegasi perdagangan Amerika Serikat yang diketuai oleh Perwakilan Dagang Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin akan berkunjung ke China pada 28-29 Maret. Keberadaan mereka di Beijing untuk putaran perundingan lanjutan, demikian Kementerian Perdagangan, Kamis (21/3).
Sebagai kunjungan balasan, Wakil Perdana Menteri Liu He akan bertolak ke Washington pada awal April untuk menggelar pembicaraan lebih lanjut, menurut juru bicara kementerian Gao Feng, saat dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia tersebut berusaha menuntaskan sengketa dagang yang terjadi selama beberapa bulan.
Pembicaraan empat mata tersebut akan menjadi yang pertama sejak Presiden Donald Trump menunda batas waktu 1 Maret untuk menghindari kenaikan tarif impor China senilai 200 miliar dolar AS, dari 10 persen saat ini menjadi 25 persen.
Pada Rabu Trump memperingatkan bahwa Amerika Serikat kemungkinan akan menunda tarif terhadap produk China selama "periode substansial" guna memastikan bahwa Beijing tunduk pada setiap kesepakatan dagang, menambah ketidakpastian atas pembicaraan tersebut. (ANTARA/Reuters)
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...